Mohon tunggu...
Abrosia Sihotang
Abrosia Sihotang Mohon Tunggu... -

Hidup memadukan Fikir dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bertahan di Jakarta "Pilihan"

20 Juni 2012   10:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:44 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di Jakarta bukan perkara mudah,

Saya merupakan warga jakarta sejak 1993, dulu sih indah banget ditambah masih kecil yang ruang geraknya radius 1 km dari rumah, polusi yang belum parah dan macet yang masih menjadi kejadian langka. lain dulu lain sekarang, karena sekarang, dengan tempat tinggal sekitar Mabes TNI dan bekerja di Kebun Jeruk bukan hal yang mudah, dilihat dari  jarak yang seharusnya tidak menjadi masalah tetapi waktu tempuhnya? Jam kantor mulai jam 9 pagi, berangkat dari rumah 05.45 pagi buset deh, dan ini bukan sekedar berangkat pagi aja, tetapi perjalanan yang penuh dengan perjuangan. Naik busway jam 06.30-an pagi ternyata rame banget, jangankan di halte kedua, dari halte awal aja udah berdesak-desakan, kalau dapet duduk ternyata di halte berikutnya naiklah ibu hamil, bawa akan atau nenek-kakek, mau ngak mau berdiri lagi.

Berangkat pagi, berdesak-desakan, perjalanan macet alias lama, betis yang eksotis bertransformasi menyerupai tales bogor, rutinitas perjuangan dipagi hari bukan? Kalau pulangnya kurang lebih sama tapi plus bau asem karena pas pulang semua udah lelah beraktifitas jadi aroma perjuangan yang berfariasi menjadi sajian yang tidak terhindarkan dalam perjalanan pulang.

Maka ada pilihan lain, yaitu dengan kost, kenyamanan dengan konsekuensi pengeluaran ekstra. Jadi pilihannya berjuang dengan rutinitas yang terlalu berat digolongkan sebagai olahraga atau kenyamanan dengan harga yang sepadan. Saya pilih kenyamanan dengan  harga sepadan hahaha daya juang yang dangkal, bukan karena sallery yang memadai tetapi ini demi kesehatan dan keselamatan jiwa dan raga.

Pertanyaannya adalah kondisi penuh siksaan ini mengapa terus dijalani, padahal bisa saja untuk mengungsi ke daerah lain? inilah yang menjadi salah satu daya tari kota Jakarta, dera dan siksaan tidak menjadi penghalang karena cinta yang terlanjur berkembang biak untuk kota Jakarta.

Abrosia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun