Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah memunculkan perdebatan di kalangan dunia pendidikan dengan mengeluarkan kebijakan bahwa skripsi tidak menjadi syarat kelulusan yang diwajibkan bagi mahasiswa. Kebijakan tersebut diluncurkan dalam Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, di Jakarta pada Selasa (29/8/2023). Hal ini telah memicu beragam pendapat di antara para mahasiswa.
Intan Senja (21), mahasiswi semester 5 Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta menyetujui adanya kebijakan baru tersebut karena dinilai merupakan suatu langkah yang tepat.
“Saya setuju dan mendukung kebijakan yang dikeluarkan Kemendikbud itu, sebab menurut saya mungkin ini bisa menjadi kebijakan yang baik. Saya percaya bahwa Kemendikbud jika membuat kebijakan pasti sudah melakukan riset secara mendalam dan sudah memantau dampak dan fungsi kebijakan penghapusan skripsi bagi mahasiswa ke depannya dan itu merupakan suatu Langkah yang tepat,” ujar perempuan yang kerap disapa Intan, Rabu (18/10).
Ia percaya bahwa kebijakan ini akan membawa dampak yang positif bagi dunia Pendidikan terutama untuk kalangan mahasiswa. Dampak positif dari kebijakan tersebut bisa meredakan mental, baik itu ketakutan dan stress yang konon menghantui mahasiswa saat penyusunan skripsi mereka. Selain itu, mahasiswa bisa lebih fokus ke skill dan kompetensinya masing-masing dan memilih tugas akhir mereka sesuai minat dan bakat yang dimiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H