Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Administrasi - Bertani, dan menulis buah-buah pikirnya, dalam mengisi masa purna bhaktinya - untuk kemanfaatan yang lebih luas

Sehari-hari menikmati hawa segar udara Palangisang, sebuah desa di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Memiliki hobi membudidayakan lebah madu, untuk itu sangat tertarik menerapkan filosofi kebaikan lebah madu dalam kehidupan sehari-hari – termasuk kehidupan berdemokrasi. Tertantang untuk berbagi pengalaman tentang sistem dan perubahan pola perilaku. Selalu berupaya menerapkan pola pikir global namun bertindak lokal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berdemokrasi ala Demokrasi Lebah Madu

11 Oktober 2014   23:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:26 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_328526" align="aligncenter" width="370" caption="Koloni lebah madu - demokrasi"][/caption]

Bukan permasalahan pemilihan langsung atau tidak langsung, tapi membangun demokrasi adalah sebuah proses yang membutuhkan sebuah pembelajaran. Substansinya adalah ada pada moralitas individu. Temperamen setiap individu memang tidak bisa berubah, tapi sebaiknya diimbangi  dengan perkembangan watak atau karakter yang diperoleh dalam berinteraksi, baik dengan lingkungan sosial maupun kultur budaya yang didapat secara turun temurun.

Langsung atau tidak langsung, hanya persoalan yang situasional (sesaat). Namun permasalahan yang kondisional yang jauh lebih penting adalah ketika setiap individu mampu melihat jauh ke depan. Individu-individu yang tergabung dalam kelompok akan mampu membedakan antara "persoalan" dengan "permasalahan".

Sebagai contoh adalah dalam hal "persoalan", ketika yang berwenang menjatuhkan palu, maka terjawablah soal yang telah dipersepsikan. Akan tetapi kalau "permasalahan" yang kondisional, akan sangat gegabah bila  dijatuhkan palu dan dianggapnya "persoalan" maka bencana akan menghadang.

Model atau paradigm demokrasi sesungguhnya diperkaya oleh perbedaan dan hak-hak minoritas yang patut dipertimbangkan karena jika mayoritas menolaknya berarti hal itu akan  merusak demokrasi.

Saya akan memberi contoh demokrasi ala lebah madu, karena kebetulan saya banyak bergelut dengan masalah perlebahan di tempat saya bekerja.

Pada masyarakat lebah dari berbagai jenis di alam ini, terdapat tiga unsur dalam membangun demokrasi, yang saya sebut dengan demokrasi ala lebah, yaitu:

1) Unsur keterlibatan secara insting (naluri),  secara fisik dengan kondisional lebah-lebah pengikut (dalam hal ini adalah para lebah pekerja) melakukan komunikasi untuk membentuk sel bakal calon ratu (ratu ini akan berfungsi sebagai pemimpin di kelak kemudian hari).

2) Unsur kontribusi, yaitu kesediaan lebah-lebah pengikut  memberi royal jelly (unsur terpenting dalam pembentukan ratu lebah - hanya calon ratu lebah yang diberi royal jelly ini) kedalam sel telur bakal calon ratu sampai penuh ruang tempat calon ratu lebah tersebut.

3) Unsur tanggung jawab, bahwa masyarakat lebah pekerja (lebah pengikut) setelah terbentuk beberapa bakal calon ratu, mampu melakukan proses seleksi dan memutuskan bakal calon ratu yang akan dipertahankan kehidupannya hingga betul-betul, si calon ratu lebah itu, menjadi ratu lebah (calon lebah ratu yang tidak masuk kriteria untuk dipertahankan oleh para lebah pekerja itu, akan mengalami proses pengguguran/pemusnahan).

Ketiga unsur atau gambaran di atas - dari proses pembentukan bakal ratu lebah,   memberi petunjuk kepada manusia tentang proses demokrasi. Dimana  yang paling mendasar adalah partisipasi atau keterlibatan dalam hal memilih pemimpin dalam bentuk kontribusi keterlibatan serta  tanggung jawab yang dimulai dari perencanaan sampai kepada tahap implementasi.

Saya melihat bahwa dalam proses demokrasi - seperti yang dicontohkan oleh lebah di atas, berlaku prinsip-prinsip mental integritas, mental kelimpahan dan kematangan yang penuh pertimbangan serta keberanian yang seimbang hingga dihasilkan sebuah keputusan (untuk hal ini akan saya coba paparkan pada postingan saya selanjutnya).

Masyarakat demokrasi bersifat toleransi dalam hal politik (penentuan siapa yang akan menjadi penguasa). Artinya, walaupun mayoritas memegang kekuasaan, tapi hak-hak minoritas harus tetap (dan mutlak) dilindungi.

Mereka yang tidak berada dalam kekuasaan harus diizinkan untuk tetap dapat berkumpul (dahulu biasa disebut bersyarikat) dan mengeluarkan pendapat.

Koalisi dibangun berdasarkan kesamaan ideologi karena suara terbanyak. Dalam hal ini saya berkeyakinan bahwa suara terbanyak adalah bukan suara Tuhan, tapi suara kebenaran itulah sebenar-benarnya suara Tuhan (terbanyak dapat saja pada arah yang tidak benar).

Demikian pula dalam hal tanggung jawab. Sebagai contoh yaitu mereka yang terpilih menjadi  pejabat . Seharusnya mereka mempunyai orientasi melayani  masyarakat  dan bukan mereka yang dilayani.

Model atau paradigma ini, dalam demokrasi, dilaksanakan secara teratur sesuai dengan aturan dan nilai-nilai hukum yang berlaku.

Dalam hal partisipasi dalam proses pemilihan (baik legislatif maupun eksekutif) tidak boleh berdasarkan kekayaan (uang atau harta benda).

Masyarakat demokrasi selalu berusaha agar para pemimpin atau kelompok yang dipilihnya tidak menyalahgunakan kepemimpinannya yang merupakan amanah dari mereka yang dipimpinnya.

Sebagai contoh : Syaikh Al-Muammar bin Ali Al-Baghdadi (507 H) pada suatu waktu memberikan nasehat kepada Perdana Menteri Nizhamul Muluk dengan nasehat yang dalam dan berfaedah. Dikatakan diawal nasehatnya itu:

"suatu hal yang telah maklum hai Shodrul Islam, bahwasanya setiap individu masyarakat bebas untuk datang dan pergi, jika mereka menghendaki bisa meneruskan atau memutuskan. Adapun orang yang terpilih menjabat kepemimpinan, maka dia tidak bebas untuk bepergian karena orang yang berada diatas pemerintahan adalah Amir (pemimpin) dan dia (amir itu) pada hakekatnya orang upahan, ia telah menjual waktunya dan mengambil gajinya. Maka tidak tersisa dari siangnya yang dia gunakan sesuai keinginannya karena kewajiban itu."

Coba bandingkan antara nasehat tersebut dengan kondisi yang sering kita temui di sekitar kita. Mana yang sering kita jumpai, yang sejalan dengan nasehat di atas atau sebaliknya? Anda tentu mampu menjawabnya.Kembali kepada masyarakat lebah madu.  Pada masyarakat lebah, dimana sang ratu sebagai pemimpin dalam komunitas koloninya, ratu lebah tidak pernah meninggalkan pengikutnya. Hanya lebah-lebah pekerja  yang bebas datang dan pergi mulai pagi hari sampai menjelang malam untuk mengumpulkan logistik berupa cairan manis (nektar) dan serbuk sari (pollen) sebanyak-banyaknya. Kedua jenis diatas adalah untuk kebutuhan pakan koloninya atau masyarakatnya.

Adapun seekor ratu yang dipilih langsung oleh masyarakat pengikut menjadi pemimpin, dia tidak bebas keluar meninggalkan komunitas koloni sesudah melakukan perkawinan  dengan beberapa lebah pejantan (pejantan tangguh) dan kemudian ratu lebah ini pada hakekatnya adalah penetas telur, telur sebagai simbol keberlangsungan generasinya, masyarakatnya.

Dalam demokrasi ala lebah madu, berlangsung pula prinsip ekologi dan ekonomi. . Tanaman menyediakan putik dan serbuk sari dan lebah-lebah pekerja datang mengumpulkan untuk kebutuhan rumah tangganya, koloninya.  Terciptalah simbiosis mutualisme antara tanaman (terjadi peristiwa penyerbukan pada tanaman)dan lebah-lebah pekerja memperoleh sumber pakan sebagai kebutuhan rumah tangga koloninya.

Sementara prinsip ekonomi yang  berlaku adalah terbentuknya  sisa atau surplus dari pakan yang dikonsumsi oleh lebah yang kemudian akan disimpan sebagai cadangan pakan. Cadangan pakan inilah yang kemudian 'direngut' dari lebah madu untuk memenuhi kebutuhan manusia, yaitu madu,  royal jelly,  propolis, dll.

Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengatakan, bahwa kalau kita ingin sukses dalam berdemokrasi, maka kenyataan sekarang ini yang penuh gonjang-ganjing dapat terjadi dikarenakan  proses demokrasi belum berbanding lurus  dengan kepemimpinan yang mengantar rakyat  untuk meraih cita-cita bersama yaitu sejahtera dalam kehidupan sosial dan makmur dalam ekonomi. .

Pemimpin yang demokratis dapat belajar dari  filosofi lebah:" tegas dalam prinsip, berakhir dengan baik (happy ending) serta  berintegritas dan memperjuangkan apa yang terbaik bagi demos (rakyat). Tidak lupa pula kepemimpinannya perlu memiliki empati dalam pelayanan, dimana esensi demokrasi bukan mayoritas melainkan penghormatan (respect) atas kemanusiaan.

Menang dalam pemilu adalah suatu kebiasaan, sayangnya begitu juga kalah. Jadi, dalam pemilu menang kalah sebenarnya soal kecil jika dibandingkan dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam kancah persaingan global dewasa ini.

Tujuan akhir pemilu adalah masyarakat yang lebih baik. Pemilu yang demokratis sejatinya seperti prinsip lebah madu dalam membangun demokrasi yaitu memenuhi tiga unsur: Keterlibatan, kontribusi, pengikut dan tanggung jawab. Karena pesta pemilu bukan pesta politisi ataupun partai, tetapi pesta masyarakat, berarti masyarakatlah yang sukses dan menang.

Calon yang kalah pun harus berbesar hati menerima kekalahannya karena dalam demokrasi masyarakat yang lebih dipentingkan (lihat bagaimana proses calon ratu lebah yang tidak terpilih untuk menjadi ratu mereka, pemimpin mereka, seperti telah saya uraikan di atas). Karena itu rakyat harus mengawal jalannya proses demokrasi dan menolak ketika ada yang tidak menghargai pesta rakyat, biarkan demokrasi mengalir dengan kehadiran pemimpin yang memiliki kompetensi konsep dan kompetensi teknis yang dibutuhkan oleh rakyat banyak.

wallahu a'lam bissawab.

Catatan:

Sumber foto: info-peternakan.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun