Mohon tunggu...
Roy Abraham
Roy Abraham Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Netflix dan Kehancuran Moral Remaja di Indonesia

22 Januari 2016   20:04 Diperbarui: 22 Januari 2016   20:43 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dahulu dan Kini

Teringat masa-masa kecil dulu. Keriangan dan kegembiraan selalu terpancar di setiap wajah kami saat kecil dulu. Keceriaan itu hadir karena kehidupan di masa-masa kecil dulu sungguh sangat indah, mengapa tidak?. Permainan-permainan yang ada pada masa kecil dulu selalu mengedepankan rasa kebersamaan dan kepedulian kita antar sesama teman. Selain dari pada itu, keceriaan kami juga hadir disebabkan tontonan-tontonan di layar lebar (televisi) yang selalu mengajarkan dan mengingatkan kami akan budaya, serta legenda di berbagai daerah di Indonesia.

Kami selalu tertawa, saat kami bercerita kepada teman kami yang lain, tentang tontonan yang telah kami tonton. Dengan bercerita sambil memperagakan tontonan tersebut. Saat menceritakan sinetron “Misteri Gunung Merapi” misalnya, atau sinetron “Angling Dharma”. Sambil tertawa dan berjingkrak-jingkrak dengan memperagakan jurus-jurus rawa rontek di tengah-tengah kerumunan teman-teman. Juga film Angling Dharma yang selalu mengajarkan kami tentang Budaya leluhur. Sopan santun dan rasa kepedulian sosial antar sesama.

Saat kami remajapun, tak kalah mengagumkan. Karena saat kami remaja, kita disuguhkan tontonan sinetron dengan nuansa romantika yang sungguh menurut kami indah bila dikenang. Sinteron “Tersanjung” dan “Tersayang” misalnya. Sinetron yang selalu mengajarkan kami, bagaimana menghargai perempuan dan bagaimana kami menjaga kesetiaan dalam berhubungan.

Akan tetapi, benar kata orang. Semakin hari, zaman akan semakin berubah dan semakin maju. Kenangan kami yang ada dulu, tak kami temukan kembali pada anak kecil dan remaja sekarang. Mereka sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Dengan SDM mereka yang belum siap, tanpa mereka sadari, Gadget yang mereka Dewa-kan akan sangat berpengaruh terhadap pola fikir dan tingkah laku mereka. Akibat dari Gadget yang mereka Dewakan, seakan tidak gaul jika kehidupan mereka tidak ala western (kebarat-baratan). Gaya hidup dan tontonan merekapun ikut larut. Mereka bangga dan membusungkan dada dengan tontonan mereka yang ala Western. Itulah dampak produk yang hadir di tengah-tengah ketidak siapan SDM remaja kita saat ini.

Kerancuan Pro Kontra Hegemoni Barat

Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dan sangat kaya akan keragaman ras, budaya dan agamanya menjadi kebanggaan kita bersama, dan merupakan cita-cita para leluhur kita untuk selalu merawat dan menjaga kekayaan kita tersebut.

Akan tetapi, semua kekayaan yang kita miliki seakan sia-sia. Iya, akibat bebasnya produk-produk dan para investor barat yang masuk ke Indonesia telah menghancurkan kekayaan kita semua. Titipan nenek moyang kita telah mereka gerus dengan semena-mena.

Anehnya, kita mengalami kerancuan paradigma tentang masuknya hegemoni barat ke Negara kita. Contoh kecil. Dengan gagahnya kita berkoar-koar “Usir Freeport dari Tanah Papua....!!”. Akan tetapi kita meleleh, tunduk dan patuh ketika “Netflix”masuk ke Indonesia. Kita tidak sadar bahwa pengaruh yang sangat berbahaya akibat kerusakan moral remaja kita, itu terletak pada tontonan yang disajikan kepada anak-anak cucu kita. Tanpa kita sadari, kalau pemerkosaan, penculikan, dan kerusakan moral lainnya itu terjadi akibat dari tontonan yang mereka tonton.

Seperti diketahui, Netflix merupakan televisi prabayar yang berpusat di Amerika Serikat dengan menyuguhkan ribuan bahkan mungkin jutaan film yang bebas ditonton tanpa sensor oleh siapa saja yang berlangganan. Kehadiran Netflix ini, sangatlah berbahaya bagi para remaja di Indonesia. Mereka akan semakin membusungkan dada dengan pola hidupnya yang ala western. Budaya yang kita banggakan akan tergerus akibat kehadiran Netflix ini.

Berbeda dengan pertelevisian tanah air kita. Yang masih ada Lembaga Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tak pernah lelah untuk selalu memberi teguran ketika ada sinetron atau film yang dapat merusak moral remaja kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun