Mohon tunggu...
abraham raubun
abraham raubun Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli gizi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Olah raga, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Bergelut Atasi Malas Menulis

5 April 2023   10:55 Diperbarui: 5 April 2023   11:03 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Salah satu pengerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahatsebelum lelah." Membaca kata-kata bijak dari Buya Hamka ini saya tersadar. 

Begitu dalam maknanya jika direnungkan terkait dengan keinginan untuk menulis. Kata malas yang menjadi inti ujaran Buy aitu menunjukkn dampak yang kejam terhadap kehidupan ketika manusia yang dianugrahi talenta pikiran yang cemerlang kemudian menyia-nyiakannya hanya karena menuriti sifat malas. Malas mengandung arti beragam karena termasuk kata sifat dan kata benda. Tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, tidak bernafsu, tidak suka, segan, enggan. Begitu banyak maknanya sehingga tidak heran jika membuat suatu keinginan bisa terhambat bahkan tak terwujudkan.

Keinginan saya untuk menulis tumbuh ketika berinteraksi dengan satu komunitas literasi. Himbauan tentang menulis setiap hari dan saksikan apa yang terjadi cukup menggelitik hasyarat untuk membuktikannya. Apalagi ketika membaca ujar bijak para cendekiawan semisal "jika engkau bukan anak raja atau anak ulama besar maka menulislah karena tulisan akan abadi walau penulisnya sudah tiada." Menulis, menulis dan menulis itu pun salah satu nasihat untuk konsisten dalam menulis.

Dalam bukunya  berjudul "Write like a boss" Ben Hale salah seorang penulis terkenal dari Amerika berkisah, ia pernah menargetkan dirinya harus dapat enulis 500 kata per hari dan dia gagal. Bayak hal jadi alasannya urusan keluarga, bisnis dan waktu yang sempit. Tahun berikutnya ia mampu mencapai target tersebut, bahkan dapat menulis 1.000 kata. Apa pasalnya? Peroalannya terletak bukan seberapa tinggi target melainkan pada konsistensi pelaksanaannya dan setiap waktu harus ada kemajuan. Prinsip ini sebenarnya berlaku untuk semua pekerjaan.

Ada nasihat bijak menyatakan orang yang hanya dipenuhi oleh keinginan tanpa mewujudkannya adalah pemalas. Orang disebut rajin jika sesegera melaksanakan pekerjaan dengan giat. Ketika berhadapan dengan keinginan rasa enggan harus ditaklukkan.

Menyadari hal ini saya memetik pelajaran berharga. Target memang penting, namun bukanlah hal yang terutama. Konsistensi untuk menulis itu yang harus dipegang teguh, niscaya rasa malas akan tersingkirkan. Ibarat kata pepatah " alah bisa karena biasa" Orang Jepang mengatakan jika kita jatuh maka kita harus dapat bangkit satu kali lebih banyak dari pada kita jatuh. 

Dipercayai juga bahwa kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda. Lihat saja Thomas Alfa Edison, berapa banyak kegagalan yang dialami sebelum ia sukses menemukan lampu pijar. Rintangan tidak menjadi alasan dan ketika keinginan terwujudkan puaslah rasa hati ini. Konon dikatakan muara tulisan memang dalam ujud buku yang sekaligus menjadi mahkota seorang penulis.

Kini ketika waktu luang tidak terisi dengan menulis sesuatu, tak lengkaplah rasanya bergiat di hari yang dijalani itu. Menulis, menulis dan menulislah setiap hari dan saksikan apa yang terjadi. Itulah salah satu kiat menggeluti rasa malas dalam hal menulis. Memang menulis merupakan kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Biadanya dilakukan pada media kertas atau yang lain dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil yang kini lebih banyak menggunakan alat tulis berbasis teknologi moderen seperti komputer atau telepon selular.

Konon dalam sejarahnya tulisan muncul pada kisaran 5.000 tahun lalu. Pada awalnya menulis dilakukan dengan menggunakan gambar seperti halnya pada zaman Mesir kuno yang menggunakan tulisan hieroglif (Hyerogliph). Orang-orang Irak (Sumeria) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat yang mewakili bunyi, berbeda dengan hieroglif yang merupakan symbol mewakilisi kata-kata atau benda. Ketika diciptakan Teknik percetakan orang semakin giat menulis.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan media yang pesat, kegiatan menulis juga berkembang dengan pesat. Bahan-bahan penulisan dapat diperoleh dari berbagai sumber media elektronik, media internet. Penulis akan dapat menggunakan waktu secara efisien demikian juga dengan biaya menjadi relative lebih murah, tenaga lebih hemat. Lebih dari itu penulis dapat berbagi tulisan kepada siapa saja dan dari mana saja ia berada. Demikian juga bagi para pembaca lebih mudah memilih dan melihat tulisan-tulisan yang seuai dengan selera dan minatnya.

Jadi memang benar kata Ben Hale, konsistensi menulis dan setiap kali harus ada kemajuan menjadi kata kunci untuk dapat menggiring hasil bergiatnya kemuara tulisan yaitu buku dan menjadikannya mahkota yang membanggakan bagi sang penulis, bahkan dapat diwariskan pada generasi-generasi yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun