Jagung dan kacang merah merupakan dua jenis bahan makanan yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Biasa digunakan untuk sayuran atau dibuat panganan lain. Tetapi di Sulawesi Tenggara kedua bahan ini dipadukan menjadi makanan tradisional khas yang dinamakan Kapusu. Inilah bentuk pengayaan suatu bahan makanan yang dikombinasikan dengan bahan makanan yang lain. Meski mungkin hal ini dilakukan hanya berdadarkan inisiatif selera makan, namun tanpa disadari memberinilai tambah dari segi gizi.
Tetapi nampaknya  bukan hanya ada Kapusu  di daerah ini ada juga yang disebut Kapusu Nosu. Lalu dimana perbedaan kedua makanan ini? Meski bahan dasar utama keduanya sama yaitu jagung, tetapi Kapusu dicampur kacang merah dan ada rasa manis-manisnya, sehingga lebih banyak dikonsumsi sebagai camilan. Sedangkan Kapusu Nosu seperti bubur jagung rasanya cenderung tawar, karena itu disantap sebagai makanan pokok pengganti nasi. Lauk yang menemaninya Biasanya ikan Kering Dan sambal terasi.
Makanan tradisional ini merupakan sumber energi. Pada Kapusu diperkaya dengan kacang merah. Seperti diketahui kacang merah cukup mengandung protein, vitamin dan mineral. Inilah bentuk pengalaman makanan yang mungkin tidak disadari oleh para keluhur yang mewariskan makanan ini.
Karenanya banyak bahan makanan tradisional yang dipandang dari aspek nilai gizinya cukup baik. Sayang jika makanan-makanan seperti ini tidak dilestarikan dan dijaga agar tidak punah karena digantikan oleh makanan-makanan "zaman now" tinggi gula, lemak, garam serta berbagai zat pengawet.
Hal ini memang tidak mudah karena didesak oleh tuntutan Pola dan Gaya hidup moderen yang serba praktis, cepat dan instan. Bagaimanapun juga nampaknya makanan-makanan tradisional banyak yang sejatinya memiliki nilai-nilai gizi yang baik. Kembali tinggal bagaimana kita menyukapinya.
Kesadaran akan merawat kesehatan dengan baik tentunya tetap harus terus ditingkatkan. Ilmu pengetahuan dan teknnologi semakin maju dan berkembang dengan pesat. Dalam bidang teknolologi panganpun rekayasa dan modifikasi makanan tradisional semakin banyak. Meski nilai gizi tetap dapat dipertahankan dalam berbagai makanan hasil modifikasi, namun nampaknya makanan original dan bahan makanan segar tetap perlu tetap dikonsumsi secara teratur. Kata bijak mengingatkan kita "Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI