Presiden SBY akan ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka Hari Pers Nasional. Menurut rencana SBY dan Ibu Ani, serta rombongan lain berada di NTT, khususnya Timor Barat 8 s/d 11 Februari 2011. Wao, SBY dan Ibu Ani bermalam minggu di Kupang, atau mungkin kota manapun di daratan Timor. Selamat bermalam minggu di daratan Timor untuk pak dan ibu. Udara sejuk yang menyegarkan kini sedang melanda Timor sekarang ini.
Sebuah kabar yang bisa dinlai agaknya kurang enak, seperti dilansir media massa minggu lalu. Karena SBY dan rombongan berkunjung dan tinggal tiga malam, antara lain menginap di Kupang, maka rumah jabatan Gubernur NTT yang ditempati Gubernur Frans Lebu Raya dengan keluarga, nantinya digunakan pak SBY, Ibu Ani dan tentu rombongan presiden lainnya, termasuk Paspamres. Jadi, gubernur Frans Lebu Raya dan keluarga sementara harus diungsikan/mengungsi ke tempat lain. Mereka tentu  tinggal di rumah lain. Tetapi di Kupang selama ini jalan raya tidak macet. Tetapi kedatangan SBY dan rombonga, juga meneri negara, juga keperluan bolak-balik menteri negara, gubernur, pejabat lain ke arah rumah jabatan untuk betemu SBY, mungkin akan menjadikan kemacetan di jalan raya. Polisi sudah tahu bagaimana solusinya, asal kepentingan rakyat didahulukan.
Tentang diungsikan/mengungsinya gubernur Frans. Rumah jabatan gubernur bukan rumah pribadi gubernur. Rumah jabatan  boleh disebut adalah rumah rakyat yang ditempati pejabat, dalam hal ini gubernur. Saya belum mengetahui, apalagi mengerti alasan, mengapa untuk kepentingan SBY menginap tiga malam lantas gubernur Frans Lebu Raya sek. harus mengungsi. Pihak istana yang harus menjelaskan, agar rakyat di NTT mengetahui dengan dari sumbernya. Tetapi, banak orang yang bertanya-tanya. Apakah tidak pantas, presiden dan gubernur satu "atap"? Kalau tidak pantas, lalu ketidakpantasannya di mana? Rumah jabatan gubernur NTT tersebut besar sekali, sangat layak ditempati presiden dan gubernur, apalagi untuk SBY hanya untuk waktu tiga malam. Rumah jabatan gubernur dipastikan juga memiliki kamar-kamar yang juga banyak serta representatiflah, sebaik hotel bintang lima. Saya pernah masuk di rumah jabatan gubernur NTT ini. Justru memiliki kamar yang cukup, kenapa tidak mengajak, atau memberi saran agar pejabat negara presiden SBY dan Ibu Ani dan gubernur Frans dan Ibu tinggal bersama "satu atap"?
Presiden Suharto dan Ibu Tien, ketika mengunjungi Kupang dan mereka beserta rombongan bermalam. jika saya tidak salah ingat, pak Harto dan Ibu Tien menginap dalam rumah jabatan gubernur yang sekarang ini. Walau dipastikan gedung yang telah direnovasi dengan gaya arsitektur rumah adat NTT kini mempunyai kamar serta fasilitas lebih baik, ketimbang rumah jabatan tempo hari. Kalau pak Harto bisa tinggal bersama gubernur NTT, El Tari sek. saat itu, kenapa sekarang pak SBY, di-tidakbisa-kan? Padahal pasti akan lebih efektif, suasana kekeluargaan lebih akrab, jika presiden dan gubernur tinggal bersama. Banyak diskusi serius serta obrolan santai menyangkut NTT dapat dilakukan kedua pejabat negara ini. Suasana seperti ini pun seakan terulang kembali, karena SBY mengikuti jejak lama yang pernah dilakukan Presiden Suharto. Betapa rakyat membaca suasana tersebut. Kedekatan presiden dan gubernur nampak. Kedekatan artinya tiada berjarak. Kedekatan artinya juga terbuka untuk menggali persoalan, melihat wajah NTT dan Indonesia, Â dan meutuskan apa yang terbaik untuk NTT dan Indonesia. Apakah kedekatan presiden dan gubernur, secara protokoler tidak termasuk boleh tinggal pada "satu atap"? Menurut saya tidak pernah ada tata aturan protokoler seperti itu.
Jika kedua pejabat negara dipisahkan OK, kalau kondisi serta fasilitas di Kupang seperti Jakarta. Artinya, presiden punya istana untuk tempat tinggal (walau SBY tinggal di Cikeas), juga hotel bintang lima tersedia memadai. Toh Presiden Obama ketika di Jakarta tinggal di hotel bintang lima juga. Tetapi selain di Jakarta, Bogor, Denpasar, Jogyakarta, di kota lainnya memang tidak ada istana presiden. Pada setiap provinsi yang ada hana rumah jabatan gubernur. Jadi, presiden seharusnya memanfaatkan fasilitas rumah jabatan, ketimbang gubernur yang selama masa tugasnya berada dalam rumah jabatan, diungsikan. Ketika saya tinggal dan bekerja di Jayapura, Provinsi Papua, rumah jabatan gubernur Papua disebut Gedung Negara. Menurut yang saya tahu, jika presiden RI berkunjung ke Jayapura, bisanya presiden dan rombongan menginap dalam Gedung Negara. Gubernur Papua dan keluarga tidak diungsikan. Jadi, sebetulnya protokoler membolehkan.
Jika pola presiden menginap di ibu kota provinsi dan tinggal di rumah jabatan gubernur bersangkutan dan gubernur sekeluarga harus diungsikan, saya khawatir, suatu saat timbul ide gila: wacana untuk membangun istana presiden di setiap ibu kota provinsi, agar pada tiap kunjungan presiden ke provinsi yang belum memiliki istana, gubernur provinsi tersebut tidak perlu diungsikan seperti ang dialami gubernur NTT Frans Lebu Raya sek. Namanya ide gila, orang Indonesia mudah sekali bikin, apalagi dengan maksud tidak hanya ABS, juga yang terutama terkait dengan komisi, mark-up, dan jangan lupa "penjilatan" bawahan kepada atasan.
Moga-moga ide gila yang benar-benar "edan" seperti itu tidak ada. Kalau pun ada, saya tidak menyetujui. Untuk tujuan apa membangun hanya untuk kepentingan presiden? Seperti di NTT, pasti presiden sudah mengetahui, NTT sebagai provinsi termiskin nomor lima dari 33 provinsi. Terkait ini, saya usulkan, menteri negara bidang teknis agar harus diikutkan berkunjung dan tinggal di Timor Barat sesuai jadual tinggal presiden. Mengapa? Rakyat di NTT selalu, termasuk sekarang sedang kesulitan pangan. Kebetulan SBY bermalam di Atambua. khir Desember 2010, saya bertugas ke Betun, kabupaten Belu. Rakyat mengatakan pada saya, mereka lapar, tetapi tidak ada makanan di rumah, lalu mau makan apa? Akibat cuaca ekstrim, hujan terusmenerus maka tanaman jagung gagal. Saya senang sekali, jika kedatangan SBY diikuti tindakan langsung menyebar petugas masuk desa-desa di daratan Timor Barat untuk melihat kondisi riil. Saya yakin mereka akan mengetahui derita rakyat. Mereka akan mendengar keluhan rakyat. Saya senang jika SBY menginstruksikan untuk membagikan beras kepada rakyat yang saat ini amat menderita karena mereka kesulitan pangan di daratan Timor Barat.
Para menteri yang mengikuti rombongan presiden, harus melakukan dialog dengan pejabat dari instansi tehnis, bagaimana agar NTT tidak lapar, tidak miskin, solusi tepatnya seperti apa? Hasil dialog tidah berhentik pada dialog. Perlu dibuat kesepakatan, rencana tindak lanjut, alokasi anggaran, khususnya untuk perang terhadap kesulitan pangan, mengeliminasi kemiskinan, dan dibuat untuk  jangka paling lambat selesai/berakhir sampai tahun 2014.
Tidak hanya membawa menteri negara, NTT tiap tahun memperoleh DAK/DAU mencapai triliunan rupiah, tetapi rakyat tetap menderita, di pihak lain para pejabat makin bertambah kaya, dipastikan masalah korupsi di NTT amat serius untuk menindak pejabat korup agar tindakan amoral mereka yang tidak memerhatikan kepentingan rakyat dapat dihentikkan. Pejabat di daratan Timor Barat jangan dibiarkan keenakan untuk bernafas dalam kemewahan, tetapi rakyat terengah-engah menarik napas karena kecapekan bekerja namun hasil yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan dasar mereka. Saran saya, Presiden SBY perlu membawa ketua KPK untuk syok erapi bagi pejabat, karena itu berikan kesempatan ketua KPK Busyro Muqodas berbicara dengan mengunkapkan data korupsi di NTT, tindakan yang bakal diambil KPK,  kepada para  pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten, terutama gubernur, bupati/walikota.
Akhirnya, sebagai anak Timor Barat (Kupang) kepengen saya melintas daratan Timor bersama rombongan preisden kali ini. Kalau diajak, wah senang sekali, pulang kampung lagi, dengan suasana lain....hahahaha. kepada Presiden SBY dan Ibu Ani, selamat datang, selamat bermalam minggu di NTT, khususnya di daratan Timor Barat. Telusuri jalan daratan trans Timor dari Kupang ke Atambua yang mulus bagaikan "jalan tol" sepanjang kurang 300 kilometer.  Jika sempat, (pastilah) isitrahat sebentar. Lumayan capek juga jika  duduk terus selama dua jam lebih Kupang- SoE, Sekitar 1,5 jam SoE- Kefamenanu, selama 1, 5 jam Kefamenanu - Atambua. Waktu perjalanan tersebut sebagai gambaran pengalaman nyata saya meluncur dengan pick-up double kabin pada akhir desember 2010. Banak rakyat yang menunggu sepanjang jalan. SBY dan Ibu Ani, sesekali turun dan berjabatan tangan dengan rakyat, wao... rakyat di sepanjang jalan menjadikan sebagai kenangan tidak terlupkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H