Mohon tunggu...
Abraham FanggidaE
Abraham FanggidaE Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Abraham FanggidaE

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Wakil Menteri: Tidak Efisien, Tidak Efektif

17 Oktober 2011   15:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:50 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita telah memiliki UU RI Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Dalam Pasal 10 dikatakan " Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu".

Dalam reshuffle kabinet yang dalam tempo beberapa jam akan segera diumumkan Presiden SBY, berbagai pendapat mengemuka, terkait perubahan/pergantian beberapa menteri negara, juga penambahan wakil menteri negara yang meningkat menjadi dua puluh waikl menteri. Selain jumlah yang banyak, yang perlu dikritisi, kriteria tidak tepat seperti yg diminta UU No 39/2008.

Memangnya sudah dikritisi presiden, kementerian yag mendapat jatah wakil menteri, "terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus"? Semoga demikian. Semoga nanti kementerian yang mempunyai wakil menteri akan makin melayani publik dengan baik.

Publik berharap banyak masalah khusus dan spesifik yang terdapat dalam kementerian yang kini ditempatkan wakil menteri akan dapat diselesaikan. Publik berharap agar jangan terjadi overlapping antara wakil menteri dengan pejabat eselon satu lainnya dalam kementerian bersangkutan.

Kita lihat saja, bagaimana harapan presiden dengan kenyataan. Tetapi saya prediksikan pada awal wakil menteri masuk, kementerian akan memikirkan kebutuhan-kebutuhan wakil menteri. Namanya wakil menteri, walau bukan anggota kabinet, tokh wakil menteri adalah "orang kedua"....Lalu Sekretaris Jenderal pada kementerian yang selama ini disebut "orang kedua", jadi "orang ketiga"??? ahaaaa. Ini perbenturan awal. Para eselon satu terutama sekjen, "tidak begitu enak" menyiapkan kebutuhan wakil menteri, karena posisi "orang kedua" kini dirampok wakil menteri.

Wakil menteri bukan anggota kabinet, hanya pembantu menteri. Maka, wakil menteri serba salah, apalagi kompetensinya "di bawah standar" dari menteri dan eselon satu yang lain dalam kementerian. Wakil menteri harus belajar banyak di awal tugas. Karena masih belajar, wakil menteri mau ngomong apa yang punya bobot bagi kementerian bersangkutan? Pada awaawal bertugas, wakil menteri karena masih belajar, tugas yang ia dapatkan dari menteri sekelas "gunting pita", atau membaca pidato.... Ini tentu bukan suatu permasalahan dalam penanganan khusus, bukan? Kalau dalam penanganan khusus, maka wakil menteri harus belajar khusus juga dari eselon satu yang memiliki kompetensi dan jam terbang tinggi, ketimbang wakil menteri yang masuk dengan nol kilometer....

Dengan kondisi seperti itu, yang saya khawatirkan, justru para wakil menteri nanti hanya hahahahhihihih saban hari, lobi dengan menteri agar bagi-bagi tugas menteri yang vital dan berbobot demi pencitraan diri, tugas ke daerah menghadiri rapat, sekalian memperkenalkan diri/pencitraan. Penanganan khusus yang mana, tidak jelas, bukankah semua yang khusus sudah tertangani khusus pada eselonering yang ada dalam kementerian?

Wakil menteri itu menurut penjelasan Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 "pejabat karier", maka aneh bin ajaib, seorang PNS dengan golongan III/C. Walaupun bergelar doktor, ditunjuk sebagai wakil menteri, yang menurut pak Hatta Radjasa, wakil menteri setingkat eselon satu. Justru eselon satu maka sang wakil menteri sudah harus memegang surat kelulusan diklat penjenjangan tertinggi bagi pejabat PNS, yaitu Diklat PIM satu. Lha pejabat eselon satu dipegang oleh PNS dengan golongan ruang gaji III/C??? Wah....saya sebagai PNS merasa dibuat goblok sungguhan dengan keputusan presiden SBY dalam reshuffle kabinte pada Oktober 2011.

Mana bisa kementerian menjadi efesien kalau kebutuhan wakil menteri terpaksa menguras anggaran kementerian untuk biaya wakil menteri serta rombongannya yang dibawa dari luar kementerian, yang juga harus belajar tentang tupoksi kementerian bersangkutan. Dan mereka itu tentu saja juga siap berperan, siap tugas, siap tandatangan kuitansi, siap dapat tiket pesawat garuda kelas bisnis, siap dapat melayani sahabat atau tamu untuk negosiasi proyek. Maka, pemborosan terjadilah di kementerian, dan peluang korupsi bisa juga mengikuti semuanya....Tidak efisien jelas bertautan dengan tidak efektif.... ohhhh wakil menteri....selama bekerja menciptkan efesiensi dan efektivitas dalam kementerian negara tempat yang baru buat Anda berbakti dua tahun lebih, atau hingga SBY nanti lengser.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun