Mohon tunggu...
Abraham FanggidaE
Abraham FanggidaE Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Abraham FanggidaE

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tayangkan Foto Calon Pimpinan KPK di Televisi Nasional

6 Agustus 2011   08:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepuluh orang telah terjaring pansel calon pimpinan KPK. Masyarakat tidak tahu jelas track record mereka, selain pansel. Kita harapkan agar pilihan pansel tepat. Tidak seperti pengalaman yang mengharubiru dari catatan negatip beberapa pimpinan KPK sekarang. Mereka diduga melakukan perbuatan tercela, kata Nazaruddin, jika "nyanian" Nazar yang selalu ditunggu-tunggu publik, ternyata benar. Apa pun hasil nyanyian Nazar, beberapa nama yg disebut dari lembaga KPK, yang turut seleksi calon pimpinan KPK, harus rontok.  Masyarakat bersyukur, pansel peduli. Jika Pansel meloloskan beberapa atau semua calon dari KPK ke tahap berikut, dan andaikata ada yang "jadi" maka sang tokoh bisa senang, tetapi juga bisa susah di kemudian hari. Senang kalau nyanyian Nazar tak terbukti. Tapi jika terbukti di belakang hari sang tokoh terlibat seperti apa yang dikatakan Nazar...betapa sakitnya sang tokoh, dan bagi Pansel betapa malunya mereka akibat tidak kritis.

Pansel, masyarakat senang dengan hasil kalian. Masyarakat terus menunggu, hasil akhir. Yang terpilih dari antara sepuluh yang tinggal sekarang, dan nantinya memimpin KPK kita harapkan mereka adalah terbaik, bersih, punya kompetensi. Yang bisa menilai sepuluh itu memiliki kompetensi, ya pansel. Yang bisa menilai calon adalah terbaik dan bersih, tak hanya pansel, tapi tolong berikan kesempatan untk rakyat menilai. Tidak cukup jika masyarakat hanya mengirim masukan melalui surat, email untuk pansel melalui perilaku para calon ini.

Maka, segeralah menayangkan secara terus menerus wajah sepuluh atau lima calon terbaik melalui televisi nasional. Biar masyarakat yang mengenal siapa di antara mereka turut menilai perilaku para calon pimpinan KPK ini. Metode ini akan lebih memberikan kepercayaan dan obyektivitas tinggi. Hasil ini dijamin akan lebih baik ketimbang para calon hanya dinilai pansel,presiden dan DPR RI. Sebab soal subyektivitas akan turut bermain. Ingat kita orang timur, masih kuat unsur subyektivitas dalam proses rekrutmen personalia. Dampaknya, dalam banyak lapangan bukan yang terbaik yang kita dapatkan, tapi yang kenal dekat, suku sama, agama sama, golongan sama, partai sama, keluarga besar sama, dari famili dekat, harus diakui turut terlibat dalam prosesing banyak sekali kegiatan rekrutmen di negeri ini.

Kita tidak ingin, pimpinan KPK yang dibayar dengan gaji tinggi, fasilitas hebat, posisi terhormat, tetapi imbalan buat percepatan pemberantasan korupsi di negeri ini sangat minimal, bahkan mereka turut berkonspirasi dengan koruptor, tukang suap, sehingga tindak pidana korupsi tidak pernah berhasil baik. Kita inginkan, pimpinan KPK adalah pribadi yang integritas antikorupsi dari yang bersangkutan tidak diragukan. Pribadi seperti ini yang langka di lembaga Polri dan Kejaksaan RI yang seharusnya tidak korup malahan mereka paling korup. Seharusnya tidak menerima suap, mereka suka menerima suap. Akbatnya wibawa lembaganya melorot, terdegradasi di mata rakyat, dan memunculkan lembaga KPK.

Minggu ini di Jakarta, saya mengajar percepatan pemberantasan korupsi kepada generasi muda yang bekerja di kementerian negara.  Mereka mengatakan pejabat di unit mereka masih tetap korupsi, memberi peluang terjadi korupsi. Kita generasi muda prihatin dengan kondisi ini, kata mereka. Jika mereka kembali ke permanent system, bisa-bisa materi tentang pemberantasan korupsi yang mereka terima dan semuanya bagus-bagus tidak berlaku, tidak bisa diimplementasikan karena lingkungan kerja korup. Inilah sedikit gambaran betapa wajah birokrasi negara yang masih belepotan kotor. Maka, tolong, pimpinan KPK mendatang adalah orang yang sejatinya anti korupsi sehingga wajah birokrasi negara bisa dibersihkan, walau harus diakui bertahap dan makan waktu lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun