Mohon tunggu...
Abror Parinduri
Abror Parinduri Mohon Tunggu... -

Lahir di Binjai, kini Dosen di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kenapa Hanya Syiah yang Punya Pemimpin Hebat dan Mau Hidup Sederhana

10 September 2012   10:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 4590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hampir seluruh orang Sunni membenci kelompok Syiah dan setiap tahunnya pasti selalu ada konflik, namun kenapa hanya Syiah Yang punya Pemimpin Hebat dan Mau Hidup Sederhana.

Beberapa waktu yang lalu, bangsa Indonesia dikejutkan dengan sebuah peristiwa yang cukup menggemparkan. Bagaimana tidak menggemparkan karena kejadian seperti ini jarang terjadi yakni konflik antara syiah dan sunni. Kalau di Negara-negara Timur Tengah, hal ini sering terjadi bahkan ada yang mengatakan seperti agenda wajib tahunan. Syukurlah di Indonesia ini tidak menjadi agenda tahunan dikarenakan memang kelompok syiah di Indonesia jumlahnya terlalu sedikit dibandingkan dengan kelompok sunni.

Seperti yang dituturkan Menag Suryadharma Ali, beliau menegaskan bahwa bentrokan di di Dusun Nangkernang, Sampang, Madura, Jawa Timur (Jatim) bukan konflik antara aliran Islam Sunni dan Syiah. Penyebab kerusuhan antar kelompok di Sampang dipastikan akibat konflik keluarga. "Itu bukan konflik aliran, bukan konflik antara Sunni dan Syiah. Itu yang harus digarisbawahi, karena akarnya konflik keluarga Tadjul Muluk dengan Rois," kata Suryadharma kepada wartawan di Kantor Presiden,


Menag mengungkapkan bahwa Ustadz Tadjul Muluk dan KH Rois adalah saudara sekandung. Keduanya sama-sama memiliki pengikut setia. Konflik diantara kakak beradik ini kemudian berubah menjadi konflik antarkelompok karena melibatkan pengikutnya masing-masing. "Karena saudara Tadjul Muluk itu punya pengikut, lalu saudara Rois juga punya pengikut. Di situlah konflik warga itu. Tapi tidak berdasarkan pemahaman keagamaan mereka masing-masing," terang Suryadharma.

Aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di Dusun Nangkernang, Sampang terjadi pada Minggu (26 Agustus 2012)). Penyerangan oleh ribuan orang itu menewaskan dua pria yakni Thohir (40) dan Muhammad Khosim alias Hamamah (45). Dugaan sementara, insiden ini berawal saat rombongan kelompok Syiah yang diasuh Tadjul Muluk berangkat menuju Pesantren Bangil di Malang.

Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan Menag tersebut, sebaiknya semua pihak sama-sama menahan diri untuk tidak turut campur dalam membesar-besarkan masalah ini karena memang tidak ada yang perlu dibesarkan lagi. Cukup sudah dua nyawa yang melayang dengan tragis dalam peristiwa sampan itu. Jangan sampai dikarenakan kesalahan persepsi kita dalam memberikan komentar terhadap konflik yang terjadi, malah akan membuat masalah semakin runyam.

Sedikit atau banyaknya jumlah kelompok syiah yang ada di Indonesia tentu kita berharap tidak perlu ada perselisihan hingga berujung konflik dan pada akhirnya harus ada nyawa yang melayang. Sebagai seorang muslim, saya merasa geram melihat peristiwa yang terjadi karena begitu banyak permasalahan yang harus kita selesaikan di Negara ini dan semua itu memerlukan ketekunan dan keseriusan bukan saling adu kekuatan fisik. Kalau semua masalah yang timbul di Negara kita harus diselesaikan dengan kekerasan maka bagaimana dengan generasi yang hidup sesudah kita, bukankah mereka juga akan melakukan hal yang sama. Diperlukan kearifan dan kebijaksanaan oleh semua pihak, sehingga bisa meminimalisir konflik-konflik yang terjadi.

Ada yang perlu kita pelajari sesungguhnya dari kelompok syiah ini, yakni dalam hal kepemimpinan mereka. Bukankah kita ketahui bersama bahwa sepanjang kepemimpinan yang ada di Negara-negara dalam hal ini Negara yang memiliki mayoritas penduduk muslim dan pemimpinnya juga beragama Islam, sepakat atau tidak bahwa saya tidak menemukan pemimpin Negara yang sangat sederhana kecuali pemimpin dari kalangan Syiah yakni Ayatullah Khomeini dan Ahmad dinejad yang menguasai Negara Iran sekaligus merupakan basis terbesar kelompok Syiah di dunia.

Lihat saja pemimpin-pemimpin yang bukan dari golongan Syiah yakni Sunni, hampir semuanya memiliki pola hidup yang glamour, norak dan selalu identik dengan kemewahan. Seperti Presiden Mesir Husni Mubarok yang baru saja lengser dari jabatannya, bahwa beliau memiliki kekayaan yang sangat luar biasa. Ada lagi pemimpin-pemimpin yang lainnya seperti Muammar Khadafi, Raja Arab Saudi yang nyaris tidak pernah kita lihat keberpihakannya dalam menyelesaikan konflik timur tengah dan juga pemimpin Indonesia yang hampir-hampir setali tiga uang dengan pemimpin-pemimpin beragama Islam lainnya yang menyatakan dirinya masuk dalam barisan kelompok Sunni, yang kesemuanya mereka hidup dengan kemewahan, glamour, norak dan istilah-istilah lain yang sepadan dengannya.

Inilah satu nilai positif yang diajarkan oleh kelompok Syiah dan nyaris tidak pernah diikuti oleh pemimpin-pemimpin yang berasal dari kalangan Sunni. Bukankah yang mereka lakukan itu adalah contoh konkrit dari apa yang pernah di praktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat terdahulu, bahwa menjadi seorang pemimpin berarti siap untuk berkorban karena pemimpin sejati adalah pemimpin yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyatnya bukan kenyamanan pimpinannya. Nilai-nilai kepemimpinan yang diajarkan oleh kelompok Syiah Ahmad Dinejad dan Ayatullah Khomeini ini bisa kita katakana tidak ditemukan di kalangan kelompok Sunni.

Saya berbicara seperti ini karena sudah merasa muak dengan kepemimpinan dari kalangan Islam hari ini yang mayoritas berasal dari kelompok Sunni meskipun saya juga berasal dari kelompok Sunni pula. Pemimpin-pemimpin yang berasal dari kelompok Sunni hampir semuanya seperti “orang kaya baru” yang terkejut ketika dirinya diangkat menjadi pemimpin karena diberikan fasilitas yang mewah dan  hidup yang berlebihan jauh dari rasa takut kalau-kalau tidak bisa makan. Sungguh bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat yang berad dibawahnya, analoginya seperti pembantu dan majikan. Sang pembantu bersusah payah, membanting tulang dan bermandikan keringat untuk menghidupi keluarganya sedangkan sang majikan (pemimpin) hanya duduk di istana menerima laporan tanpa pernah melihat langsung kebawah, hal apa yang sedang dialami oleh masyarakatnya sehingga bisa lebih cepat dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Inilah setidaknya nilai-nilai positif yang bisa kita ambil dari kelompok Syiah bahwa mereka punya pemimpin yang hebat dan sederhana serta hampir-hampir menyerupai pola kepemimpinan yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat terdahulu. Para pemimpin Negara dari kelompok Sunni tidak boleh menutup mata dengan hal ini dan kenapa mereka tidak mau mencontoh apa yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin dari kalangan Syiah seperti Ahmad Dinejad dan Ayatullah Khomeini yakni sederhana dan dekat dengan masyarakat.

Apakah pemimpin Negara dari kelompok Sunni tidak siap untuk menderita, ataukah mereka menganggap bahwa di zaman sekarang ini tidak boleh lagi ada pemimpin yang sederhana sehingga bisa menghilangkan marwah Negara yang ia pimpin. Lihatlah mereka pemimpin-pemimpin Syiah itu, apakah negaranya dikucilkan dari dunia gara-gara pola hidup sederhana yang diterapkan oleh pemimpinnya itu sendiri ? Justru dengan sikapnya itu, mereka menjadi disegani baik oleh kawan maupun lawan dan mereka menjadi lebih terhormat dimata pemimpin dunia lainnya serta yang lebih utama terhormat dimata masyarakatnya. Bukan seperti pemimpin dari kelompok Sunni, masyarakat yang hormat kepadanya terkesan terpaksa dan mendongkol dalam hati. Sadarlah para pemimpin-pemimpin dari kelompok Sunni bahwa kehidupan mewah, glamour dan norak yang hari ini kalian jalani diatas penderitaan masyarakat yang miskin dan terpuruk itu tidak akan bertahan lama dan pada akhirnya nama kalian pun akan hilang dari muka bumi ini kendatipun kalian mantan pemimpin Negara, karena kendatipun kalian ada di tengah-tengah masyarakat tapi mereka terasa tidak memiliki seorang pemimpin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun