Mohon tunggu...
Abul Muamar
Abul Muamar Mohon Tunggu... Editor - Editor dan penulis serabutan.

Editor dan penulis serabutan. Suka menyimak gerak-gerik hewan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bias Media Soal KPK

25 September 2012   22:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:41 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wacana tentang pemangkasan wewenang KPK oleh DPR akhir-akhir ini menciptakan berbagai tafsiran dari publik. Sebagian besar publik menilai bahwa DPR seolah ingin membubarkan KPK. Secara halus DPR mencoba untuk meniadakan KPK dengan bermodal kewenangannya sebagai pembuat undang-undang, termasuk undang-undang KPK. Ada lagi publik yang menilai bahwa DPR ingin memangkas kewenangan KPK karena KPK dianggap tak lagi sanggup menjalankan amanah bangsa dalam hal pemberantasan korupsi. Di sisi lain, tak sedikit pula publik yang menilai bahwa DPR tak ingin KPK menjadi momok yang mengganggu "kepentingan" mereka.


Wacana tersebut pun pada akhirnya melahirkan arti yang paradoksal. Tetapi itu semua memang dapat dibenarkan terlebih mengingat peran media massa dalam memberitakannya.


Terlepas dari wacana mengenai pembonsaian wewenang KPK, kita bisa melihat bahwa KPK berkiprah seperti sebuah instansi yang bagaikan selebriti yang sangat populer di media massa. Setiap gerak dan langkah KPK selalu menjadi berita headline di setiap media. Yang lebih uniknya lagi, di setiap peliputan tentang KPK, kita bisa melihat bahwa selalu terdapat "drama" dalam proses kerjanya. Salah satunya adalah konferensi pers. Hampir setiap konferensi pers yang dilakukan KPK kebanyakan lebih menjelaskan tentang proses dan tahap daripada hasil. Dan tak jarang pula, para personil KPK yang juga pemimpin-pemimpinnya sering memberikan keterangan yang berbalut teka-teki di penghujung keterangannya.


Walau kita semua sepakat bahwa kita ( termasuk KPK tentunya ) harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, namun itu tidak berarti KPK harus membuat publik menjadi penasaran dengan keterangan yang sering tak jelas. Karena pada banyak kasus, "sesuatu" ( biasanya tersangka atau terdakwa ) yang dirahasiakan KPK, sebelumnya sudah dipublikasikan oleh media massa. Satu hal yang mengherankan di antara KPK dan media massa adalah terkadang tersangka atau terdakwa disebut nama lengkapnya, terkadang pula hanya disebut inisialnya. Sering terjadi inkonsistensi dalam penyebutan atau penulisan tersangka. Jika kita berangkat dari anggapan bahwa KPK adalah aktor favorit andalan media massa dalam meraih perhatian publik, maka telah terjadi "kerjasama" yang tak terkoordinasi dengan baik antara KPK dan media massa atas inkonsistensi penyebutan nama tersangka.


Jika para politisi, media massa, beserta lembaga-lembaga atau instansi-instansi sebagai senjatanya sering mempolitisasi berbagai hal, bahkan hampir setiap hal, tentu kita juga bisa mempolitisasi balik atau mencurigai balik gerak-gerik mereka. Satu sasaran yang paling patut untuk kita curigai balik saat ini adalah media massa. Dengan kekuatan agenda setting yang dimilikinya, media massa sadar bahwa setiap pemberitaan, terlebih lagi tajuk atau fokus topik yang sering mereka tayangkan pada akhirnya akan menjadikan publik yang tak mempunyai resistensi terhadap berita atau tayangan menjadi berpikir serupa dengan apa yang mereka agendakan. Namun, hal demikian tak berlaku bagi seseorang yang memahami komunikasi massa. Terlebih lagi kita melihat bahwa kegiatan media massa sekarang sudah hampir identik dengan kegiatan politisasi, yang sebenarnya adalah akar kekuatan sebuah media massa. Jadi pantaslah jika kita mencurigai media massa sebagai dalang utama terombang-ambingnya publik atas politik di negeri ini.


Kembali lagi ke soal KPK. KPK merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk memberantas korupsi. Namun sangat disayangkan jika pada akhirnya KPK disadap haknya oleh para "terduga" pelaku tindakan korupsi. Menurut hemat saya, KPK seharusnya bukan dibentuk, tetapi membentuk diri sendiri secara independen tanpa intervensi sedikitpun dari pihak manapun.


Pada akhirnya kita layak mencurigai bahwa pembentukan KPK sejak awal hanya semata-mata untuk dijadikan sebagai pelipur lara atau penghibur semata bagi masyarakat. KPK sengaja dibentuk untuk dapat menetralisir atau menyeimbangkan amarah masyarakat terhadap kasus-kasus korupsi, dengan gerakan-gerakan ala "super hero" yang dilakoninya. Kalau memang benar begitu, betapa hebatnya skenario politik bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun