Di tepian ibu kota yang semarak nan pusat bisnis, terhampar sebuah tempat kecil yang tumbuh pesat, Ciputat namanya. Tak heran banyak orang yang merantau dan menemukan tempat untuk mengadu nasib di sini. Tidak hanya itu, kehadiran beberapa kampus ternama seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan universitas lainya telah membuat Ciputat menjadi tempat urbanisasi yang diminati para perantau untuk mencari ilmu dari Sabang sampai Merauke.
Seiring berjalannya waktu, populasi masyarakat di Ciputat semakin meningkat, mengakibatkan padat penduduk dan lahan kosong mulai diisi properti dan semakin banyak motor di jalan. Sayangnya, kepadatan ini menyebabkan kemacetan yang terjadi setiap hari, ditambah lagi dengan teriknya sinar matahari, membuat Ciputat menjadi tempat terpanas nomor satu di Indonesia.
Hiruk-pikuk Ciputat yang kompetitif dan serba cepat telah menjadi konsumsi masyarakatnya sehari-hari. Pun dengan sifat pragmatis, individualis, opportunis, dan idealis telah menjadi budaya yang kental di kalangan penghuninya. Sehingga tempat ini tidak terdesain buat orang yang BAPERAN. Baperan sendiri menurut KBBI adalah terbawa perasaan; berlebihan atau terlalu sensitif dalam menanggapi suatu hal. Namun, sifat dan budaya Ciputat bukanlah sesuatu yang salah, melainkan cerminan dari pandangan dan perspektif masing-masing individu. Inilah keunikan yang memancarkan pesona Ciputat di tengah keramaian kota-kota sekitarnya.
Dengan sifat dan budaya yang khas, karakter orang Ciputat cenderung menjadi misterius dan sulit ditebak. Terkadang, yang terlihat seperti A, bisa saja sebenarnya adalah B. Orang-orang di sini bisa bersikap baik dan suka menolong, namun tiba-tiba bisa menjadi musuh yang menggerus kita. Mereka pandai beradaptasi demi proteksi diri dan keuntungan pribadi. Meski terkesan ganas, ini adalah bentuk bertahan hidup yang menjadi ciri khas di sini. Pun dengan orang yang bermuka dua atau pandai menjilat, sangat mudah ditemukan di sini, seakan-akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang biasa kita temui. Keunikan karakter inilah yang membuat Ciputat menarik untuk dijelajahi dan dipahami dengan lebih dalam.
Bagi saya, budaya pragmatis dan karakteristik lainnya yang mendominasi di masyarakat Ciputat, membuatnya sangat berbeda dengan masyarakat di tempat-tempat yang lain. Contoh kecil, seperti orang Jawa, yang mempunyai karakter neriman (menerima) dan alun-alun seng penting kelakon (pelan-pelan yang penting sampai tujuan). Tidak hanya itu dengan prinsip orang Jawa yang Suro diri Joyo Diningrat, Lebur Denning Pangastuti (Sifat keras hati, jahat, iri, angkara murka, dapat dikalahkan dengan sikap bijak, kelembutan dan kesabaran) cenderung mengalah dan terlihat polos, sehingga menjadikan orang Jawa mudah dicurangi dan mudah ditipu. Tapi walaupun begitu, bagi orang Jawa dengan memegang prinsip sopo nandur ngunduh (Siapa yang melakukan kebaikan atau keburukan akan menuai hasilnya,) mereka mudah beradaptasi dengan yang lain.Â
Back to "baperan", bagi orang perantau yang tinggal di Ciputat, akhirnya konotasi yang muncul adalah bertahan atau pulang. Ciputat memainkan lika-liku permainan dengan kekuatan yang dimiliki masing-masing individu. Mereka yang kuat dan tidak mudah terbawa perasaan (baper) akan mampu bertahan dalam dinamika kota ini. Namun, bagi yang mudah baperan dan kesulitan beradaptasi, mereka mungkin memilih untuk pulang.
Perlu digaris bawahi, bahwa pulang bukan berarti gagal, karena tidak semua orang yang pulang itu karena baper, tapi ada faktor lain. Dan uniknya, tak jarang banyak orang yang pulang dari Ciputat telah menjadi individu yang keren, berguna dan mampu membangun di daerah asalnya. Karena sebenarnya tempat inilah yang memberikan kontribusi yang luar biasa bagi orang yang tinggal di dalamnya.Â
Tanpa disadari, Kita (penghuni Ciputat) ditempah dan terlatih untuk terus tumbuh menjadi sosok yang dewasa, adaptif, tak kenal menyerah, dan kuat mental, menghadapi segala tantangan di Ciputat yang begitu keras. Tak heran banyak orang yang terlihat biasa di Ciputat, layaknya kucing, namun ketika balik ke kampung halaman, mereka berubah menjadi orang yang luar biasa, seperti singa. Sebaliknya, banyak orang yang datang ke Ciputat, merasa seperti singa, namun di sini, merasa seperti kucing yang mengiba, karena di Ciputat terdapat begitu banyak figur seperti singa.Â
Maka tak heran Ciputat melahirkan banyak tokoh publik yang besar, seperti Cak Nur Kholis Madjid, Harun Nasution (yang namanya selalu muncul di buku LKS madrasah), dan Azumardi Azra, mereka merupakan sosok penggagas modernisasi agama dan menjadi guru bangsa bagi banyak orang. Keberadaan mereka telah menghasilkan gerakan intelektual yang luar biasa di Ciputat, terutama dalam bidang Islam Madzab Ciputat, yakni pemikiran-pemikiran yang dikembangkan  meliputi berbagai aspek seperti Qur'an, hadits, tafsir, hukum, dan filsafat Islam. Semua ini membentuk khazanah intelektual yang kuat dan menjadi fondasi serta rujukan dalam keilmuan akademik dan kehidupan sehari-hari.