Malam itu mata ku terasa berontak saat ku paska untuk terpejam, tubuh ku tak henti mengeluarkan air hasil proses metabolisme, panasnya cuaca malam ini membuatku gelisah.
Saat itu pukul 22.00. tepatnya malam ke 13 Puasa Ramadhan.
Kudayung sepeda lipat ku untuk berkeliling kota, “cari udara segar” tak bgtu lama ku tlah sampai pada sebuah persimpang lampu merah disebuah sudut kota yang banyak di kenal orang dengan sebutan Negri Lancang Kuning.
Sayup sayup terdengar suara tawaran, ‘rayuan untuk sebuah harga koran’ pak koranya pak, dua ribu saja pak, ayo pak beli lah beritanya baru pak.
Aku tertegun dengan suara itu, ku putuskan untuk berhenti sejenak dan melihat perjuangan yang di lakukan anak anak kecil ini.
Setengah jam lebih ku berdiri di pingir jalan yang di beri gelar nama pahlawan melayu “Tuanku Tambusai”. Hanya untuk melihat kegiatan separuh malam yang mereka lakukan.
“Ahh....malam ini sunyibul, arif membuka keluh.. iya sepi betul..punya mu masih banya rif? Tanya si bul”, bisikan kecil yang menghempas lelah di pingir Trotoar,ini merupakan cerita perjuangan untuk selembar uang.
Arif dan Badul adalah sebagian kecil anak-anak yang bertengker di pingiran jalan utama Kota, setiap hari ia menghabiskan separuh waktu malamnya untuk mencari uang, menjual koran adalah cara yang mereka lakukan untuk menghasilkan uang.
Pekanbaru-Riau adalah kota terbesar dari sekian daftar urutan kota terbesar di indonesia, kegiatan di saat malam Ramadhan semakin ramai setelah usai pelaksaanan solat traweh, jalanan yang seakan tak pernah habis dengan kendaraan yang bergerak hilir dan hulu silih berganti tanpa putus menjadi peluang yang baik untuk menjajakan koran disetiap persimpangan Lampu Merah, dan itu di sikapi dengan baik oleh arif dan kawannya.
Arif misalnya adalah seorang Siswa di salah satu sekolah Dasar yang ada di kota bertuah ini arif baru duduk di kelas 3 disekolahnya Umurnya baru menginjak 10 tahun, masih memeliki orang tua, Ia tingal bersama neneknya yang di ceritakan sebagai tukang urut.
Semangat anak ini mewakili beberapa temanya yang lain patut di acungkan jempol.
Entah hanya mencari muka didepan setiap orang ketika di tanya uangnya untuk apa mereka serentak menjawab untuk sekolah, ataupun itu adanya.
Terselip lelah dari wajah anak yang polos ini, kesana sini membawa setumpuk koran yang harus habis agar mendapatkan upah dari si pemilik koran, ada beberapa media cetak kota yang mencetak koran disaat menjelang malam, sehinga berita yang disajikan selalu terbaru.
Arif bercerita pada ku saat ku tanya berapa uang yang ia hasilkan dari menjual koran malam ini.
“tak banyak bg, kalau macam ni je paling dapat 12 ribu, malam ni tak banyak laku baru 25 terjual bg”
Dari mana arif dapat koran sebanyak ini.?
“ade orang bg yang menyuruh kami menjual ini, die yang beli koran ni banyak habis tu kami yang jualkan sampai habis”
Berapa harga satu buah koran ?
“hargenye 2 ribu bg.”
Kalau satu paket ini berapa jumlah koranya?
“satu ini bg jumlahnya 40 buah. Nah kalau habis semua ini uang untuk kami yang jual ni 20 ribu bg, sise nya kami bagikan dengan yang punye koran td bg.
Artinya satu paket koran berjumlah 40 buah seharga 2 ribu/ buahnya. Hanya 20 ribu dari hasil penjualan untuk mereka sisanya diberikan kepada si pemilik koran.’waw’ mengejutkan.
Terus uangnya buat apa?
“cukup lah untuk jajan sekolah bg”
Biasanya sampai jam berapa ngejualnya?
“biase sampai jam 1 lewat bg, paling cepat jam 12”
Sudah berapa lama jualan koran seperti ini?
“sudah 9 bulan bg”
Dengan beralaskan kulit kaki, bocah ini melangkahkan kaki menghampiri setiap mobil yang berhenti, mengetuk setiap kaca mobil, mengangkat halaman depan koran dengan mengode 2 jari pada setiap mobil yang berhenti, terkadang sering berebut pada sesama penjual koran, dan kadang kadang harus mengalah pada yang lebih tua darinya.
Biasanya di mana saja menjual koran?
“itu lah payah bg, biasa disini tapi kalau ada yang datang lebih dulu kesini kami tak boleh lagi disni terpaksa cari tempat lain, kadang kadang di minta duit sama yang lebih tua dari kami”
Bersyukur lah pada anak anak yang dapat menikmati hidup dengan kecukupan, dapat terpenuhi segala kebutuhan oleh orang tua, namun tak semua orang bernasib baik.
Arif dan kawan kawanya tetap setia di setiap persimpangan lampu merah, takan berhenti hinga tumpukan koran di tangan mereka habis. Meski dingin angin malam, lajunya kendaraan setiap saat mengintai keselamatan mereka menjadi resiko untuk sebuah lembaran kertas yang sangat berharga.
Ku balikan badan dan sepeda, ku kembali pada jalan yang sudah ku tempuh meningalkan kelompok para pejuang malam membawa sebuah pelajaran baru.
Tulisan malam ku ini ku beri judul
“perjuangan setengah malam bocah”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H