SDG 11: Pemerataan Transportasi Umum Berbasis Rel di Indonesia untuk Mengurangi Polusi serta Kemacetan Kemacetan adalah masalah sosial destruktif yang biasanya menjamur di kota kota besar. Kemacetan berhubungan dengan mobilisasi atau perpindahan sumber daya suatu tempat ke tempat lain. Mobilisasi merupakan indikator penting yang menentukan keberhasilan suatu negara, terutama dari sektor ekonomi. Keefektifan dalam menempuh jarak mobilisasi menunjukkan adanya infrastruktur yang unggul dari suatu negara, hal ini juga menyangkut penggunaan bahan bakar sehingga defisit dapat ditekan. Mobilisasi yang efisien ternyata memiliki afeksi terhadap tingkat psikologi penduduk di daerahnya. Kenyamanan akan jalur transportasi yang tepat dan waktu tempuh yang cepat mampu meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah. Kemacetan bisa dikatakan sebagai lawan dari Kelancaran yang mengacu pada hal yang negatif. Kemacetan menurut penulis adalah ketidaklancaran arus perpindahan dari satu tempat ke tempat lain yang biasanya disebabkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal berarti faktor yang hampir tidak mungkin bisa dihindari. Hal ini berkolerasi pada peningkatan jumlah penduduk yang tidak berakselerasi. Pertumbuhannya hampir tidak bisa dikendalikan, sehingga berbanding lurus dengan jumlah pengendara yang pasti juga akan meningkat. Faktor eksternal biasanya terkait tentang tindakan indispliner pengendara yang tidak mematuhi aturan lalu lintas, sehingga alur lalu lintas tidak berjalan dengan yang semestinya. Kemacetan identik dengan jumlah kendaraan yang melimpah ruah di jalanan besar. Kendaraan-kendaraan tersebut menyimpan gas- gas pencemar udara yang siap untuk selalu "dikeluarkan". Bumi, tempat kita berpijak dan hidup "dikotori" oleh gas-gas pencemar yang tidak bisa terkontrol pelepasannya ke atmosfer. Ozon yang menjadi "payung" kita kini mulai rusak dengan lubang lubang kecilnya yang telah menunjukkan tanda telah dirusak. Usaha-usaha perlu dilakukan dalam menindaklanjuti kemacetan dari berbagai daerah, terkhusus kota yang memiliki jumlah penduduk yang overloaded, seperti kota Jakarta. Sebagai penulis, saya melihat usaha dalam mengatasi kemacetan di Jakarta cukup berkembang dengan signifikan (Tribun News) dan adanya transportasi umum berbasis rel melalui adanya MRT (Mass Trapid Transit) dan KRL (Kereta Rel Listrik) menjadi kunci gerbang utama dan pertama dalam memantapkan alur transportasi yang efisien, dalam hal ini sifatnya tentu nyaman untuk penduduk sekitar. Kendaraan umum berbasis rel memiliki jalurnya sendiri yang tidak sebesar jalan raya namun apabila peningkatan kapasitas dari kendaraan tersebut ditingkatkan, maka jumlah kendaraan pribadi yang berada di lebar jalan dapat diminimalisasi sehingga alur transportasi dapat berjalan lebih lancar dan aman bagi penduduk setempat. PT. KAI sebagai perusahaan kendaraan berbasis rel dan badan usaha milik negara mengusung misi green energy di tahun 2023. Perusahaan ini berkomitmen untuk mendukung target emisi nol pada tahun 2060. Tindakan kuratif seperti pergantian bahan bakar lokomotif yang lebih ramah lingkungan telah diberlakukan. Selain itu, penggunaan panel surya juga telah diterapkan di banyak stasiun dan perkantoran PT KAI (Media Indonesia). Melalui poin-poin ini, kendaraan berbasis rel terbukti bersifat green dan high efficiency. Adanya pemerataan kendaraan berbasis rel adalah solusi yang layak untuk di pertimbangkan sebagai usaha dalam mengurangi polusi dan kemacetan. Adanya pemerataan kendaraan berbasis rel adalah solusi yang layak untuk dipertimbangkan sebagai usaha dalam mengurangi polusi dan kemacetan. Poin demi poin yang telah dipaparkan terbukti kuat dapat memenuhi goals SDGs poin 11, yakni adanya pemerataan kendaraan berbasiss rel mampu menciptakan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H