Dunia kesehatan manusia tidak hanya berpusat pada kesehatan fisik, namun diperlukan juga kesehatan mental yang baik. Kondisi mental yang baik tentu berdampak baik bagi manusia dan mengurangi risiko sakit fisik, sebab terkadang sakit fisik itu juga merupakan dampak yang terjadi akibat gangguan mental kita, di dunia kesehatan fisik kita mengenal dokter sebagai tokoh yang mampu mengobati berbagai penyakit fisik terlebih para dokter juga terbagi ke dalam berbagai spesialis. Pada dunia kesehatan mental kita juga mengenal yaitu psikiater dan psikolog, akan tetapi kedua profesi tersebut berbeda. Psikiater merupakan seorang dokter yang menempuh pendidikan lanjut ke spesialis kejiwaan, sedangkan psikolog menurut Kode Etik Psikologi, (2010) merupakan seseorang yang telah menempuh pendidikan Sarjana Psikologi yang kemudian melanjutkan pendidikan profesi psikologi dan setelah lulus pendidikan profesi wajib memiliki surat izin praktik untuk dapat melakukan praktik intervensi psikologis.Â
Psikolog ini memiliki berbagai peran yaitu memberikan intervensi sosial dan klinis; supervisi dalam pelatihan; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelenggaraan asesmen; aktivitas dalam bidang forensik; penelitian; pengajaran; perancangan dan evaluasi program dan administrasi (Kode Etik Psikologi, 2010). Pada peran pengajaran, salah satu contoh yang dilakukan oleh psikolog pada peran pengajaran yaitu Psikoedukasi.Â
Psikoedukasi merupakan sebuah kegiatan untuk meningkatkan pemahaman bagi lingkungan (terutama keluarga) tentang gangguan yang dialami seseorang setelah menjalani psikoterapi; untuk meningkatkan pemahaman atau keterampilang sebagai usaha pencegahan dari munculnya gangguan psikologis pada suatu kelompok, masyarakat, atau komunitas, dalam hal ini psikoedukasi dapat dilaksanakan dengan Pelatihan maupun Non-Pelatihan.
Pada pelaksanaan psikoedukasi yang berupa pelatihan sesuai kode etik, sedikitnya psikolog dalam melaksanakan proses pelatihan sesuai dengan kode etik, psikolog bertanggung jawab untuk memastikan pelatihan yang dilaksanakan dapat memberikan pengetahuan yang tepat dan pengalaman yang layak untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan pelatihan. Psikolog juga menyusun program pelatihan berdasarkan hasil teori dan bukti-bukti ilmiah serta berorientasi pada kesejahteraan peserta pelatihan psikologi, dan apabila menggunakan program yang telah disusun oleh pihak lain, maka psikolog harus memiliki izin penggunaan program tersebut dari penyusun program. Jadi, untuk proses pelatihan harus memperhatikan program yang akan dilaksanakan dan sesuai dengan bukti-bukti ilmiah serta teori dan berdasar pada kesejahteraan peserta pelatihan.
Kedua, pelaksanaan psikoedukasi yang berupa non-pelatihan, psikolog melaksanakan proses non-pelatihan dengan cara langsung dalam bentuk pemberian penjelasan secara lisan dan ceramah, dapat juga dilaksanakan secara tidak langsung yaitu dengan penyebarluasan leaflet, pamflet, iklan layanan masyarakat, atau bentuk yang lain tentang suatu permasalahan/issue yang berkembang di masyarakat. Psikolog dalam pelaksanaan psikoedukasi tanpa pelatihan harus memahami metode psikoedukasi ataupun masalah dalam masyarakat; tahapan pelaksanaan psikoedukasi tanpa pelatihan harus meliputi asessmen, perancangan program, implementasi program, monitoring, dan evaluasi program; dalam pelaksanaannya psikolog juga harus bersandar pada kaidah-kaidah ilmiah dan bukti empiris berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan; psikoedukasi tanpa pelatihan berhenti apabila hasil monitoring menunjukkan hasil perubahan yang positif ke arah kesejahteraan masyarakat yang baik dan mampu dipertanggungjawabkan; jika terjadi dampak yang buruk dari psikoedukasi yang telah dilakukan maka psikolog wajib mengembalikan ke kondisi semula.Â
Jadi, dapat disimpulkan bahwa psikolog ini memiliki peran yang beragam, salah satu perannya yaitu sebagai pelaksana psikoedukasi, dalam menjalankan peran pelaksana psikoedukasi psikolog harus mematuhi kode etik psikologi  yang menekankan untuk memberikan informasi yang akurat sesuai dengan kaidah-kaidah atau teori ilmiah, dan berdasarkan bukti empiris hasil asesmen. Dengan begitu pemberian psikoedukasi oleh psikolog akan sesuai dan bermanfaat bagi individu; komunitas; ataupun masyarakat yang membutuhkan
Referensi
HIMPSI. 2010. Kode Etik Psikologi. Pengurus HIMPSI (116-118)Â
https://nos.wjv-1.neo.id/himpsi-dev/master/Handout-PSY204-Kode-Etik-Psikologi-Indonesia.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI