Akan tetapi, walaupun Filipina memiliki inovasi teknologi yang maju dalam pengembangan jagung, di tahun 2015 melakukan impor jagung dari Indonesia mencapai 400 ribu ton. Jagung tersebut sebagian besar bersumber dari hasil panen petani di Gorontalo, Sulawesi Selatan, Bima, Dompu dan Sumbawa.
Untuk itu, selaras dengan semangat pemerintahan Jokowi-Jk yang ingin mewujudkan swasembada pangan khususnya padi dan jagung dengan target 3 tahun, pertemuan bilateral antara Jokowi-Duterte seharusnya mengedepankan isu ketahanan pangan khususnya di wilayah peebatasan. Indonesia-Filipina diharapkan menjalin kerja sama terkait peningkatan inovasi teknologi pertanian sehingga Indonesia mampu meningkatkan lagi produktivitas pangan. Indonesia pun dapat terus melakukan ekspor jagung dan pangan lainnya ke Filipina. Dengan begitu, upaya untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani dapat dicapai.
Keempat, menurut prediksi FAO (2015), jumlah populasi dunia sampai dengan tahun 2050 akan mencapai lebih dari 9 milyar penduduk. Ironisnya, kondisi ini akan terjadi di negara berkembang dan masih berada dalam fase transisi ekonomi. Di satu sisi, kemampuan negara-negara berkembang untuk meningkatkan produksi pertanian tidak sebanding dengan peningkatan populasi. Artinya peningkatan jumlah penduduk lebih besar dibandingkan peningkatan produktivitas pangan.
Selain itu, kondisi saat ini tengah terjadi semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya terbarukan. Ini merupakan tantangan besar dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian. Misalnya, penurunan kualitas air dan tanah, perubahan iklim, dan berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian. Untuk itu, salah satu solusi untuk mengurai tantangan ini yakni dengan inovasi dan teknologi.
Penerapan inovasi dan teknologi yang canggih dapat meningkatan hasil panen, menggunakan sumber daya yang ada secara lebih efisien, ramah bagi lingkungan dan aman bagi manusia. Contohnya, penelitian dan komersialisasi tanaman hasil modifikasi genetis (tanaman bioteknologi). Tidak hanya menguntungkan dari segi sosial ekonomi karena peningkatan produktivitas pertanian, tanaman bioteknologi juga berpotensi untuk mengurangi efek rumah kaca dengan mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida.
Oleh sebab itu, karena Filipina merupakan salah satu negara yang telah mengadopsi bioteknologi lebih dari satu dekade, Indonesia perlu menjalin hubungan kerja sama agar dapat belajar banyak dalam mengadopsi bioteknologi. Namun penerapan bioteknologi ini tanpa harus melupakan unsur kearifan lokal.
Pentingnya mengadopsi bioteknologi bagi Indonesia karena mengingat pemilikan lahan petani saat ini hanya 0,3 ha/KK tani. Inovasi dan teknologi terbarukan tidak sampai pada petani atau memang tidak ada pembaharuan. Inilah yang menyebabkan produktivitas pangan petani rendah dan petani tetap dalam keadaan miskin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H