Devisa hasil ekspor merupakan pemasukan dari kegiatan ekspor barang dan jasa yang diterima oleh negara. Penerimaan devisa ini merupakan faktor penting dalam menguatkan neraca pembayaran suatu negara.
Untuk mengatur penggunaan devisa hasil ekspor, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2023 yang mengatur wajibnya menyimpan devisa hasil ekspor di dalam negeri.
PP ini diterbitkan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas mata uang rupiah, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan melindungi kepentingan ekonomi nasional.
Di dalamnya dijelaskan bahwa setiap eksportir wajib menyimpan sebagian devisa hasil ekspor di dalam negeri terlebih dahulu sebelum dibawa keluar negeri.
Adapun persentase wajib simpan devisa hasil ekspor ditentukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kondisi perekonomian dan kebijakan moneter yang berlaku.
Kebijakan wajib simpan devisa hasil ekspor ini bertujuan untuk menyediakan kecukupan likuiditas dalam negeri, guna mengurangi volatilitas mata uang yang berlebihan dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Selain itu, kebijakan ini juga berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian domestik, khususnya sektor riil, dengan mendorong penggunaan devisa hasil ekspor untuk investasi dan produksi di dalam negeri.
Dengan menerapkan kebijakan wajib simpan devisa hasil ekspor di dalam negeri, diharapkan dapat meningkatkan cadangan devisa negara dan mendukung ketahanan ekonomi nasional. Cadangan devisa yang memadai akan memberikan kepercayaan investor asing dan pasar internasional terhadap kestabilan ekonomi Indonesia.
Selain itu, kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja dalam negeri melalui investasi dan produksi yang dilakukan eksportir.
Namun, Pemerintah menyadari bahwa kebijakan ini harus dibarengi dengan upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif, kemudahan usaha, peningkatan daya saing, dan pengembangan industri dalam negeri. Hal ini menjadi penting untuk mendorong eksportir agar tetap berinvestasi dan berproduksi di dalam negeri.