Setelah menunggu lama sejak 2019, UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) disetujui untuk diundangkan pada tgl 20 September 2022.
Melalui UU No. 27/2022 tentang PDP, sebagaimana tercantum dalam cakupannya, menjawab hak warga negara atas pelindungan diri pribadi, meningkatkan kesadaran publik, serta memastikan kesadaran dan pengakuan publik terhadap pentingnya PDP.
Harapan UU ini menjadi kerangka hukum yang kuat bagi tata kelola dan PDP warga negara serta penyelengara negara menjadi tujuan utama. Seperti yang tercantum dalam Pasal 28D dan 28G UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pelindungan sebagai bagian hak asasi manusia yang bersifat universal.
Pun di negara lain, sebut saja regulasi dalam hukum Uni Eropa (UE) melalui General Data Protection Regulation (GDPR) yang mengatur PDP setiap warga negara yang berada didalam maupun diluar UE sudah menjadi tuntutan.
Di Indonesia, sebelum diundangkannya UU ini, pengamanan PDP tersebar di beberapa peraturan perundangan, antara lain UU No. 11/ 2008 jo. UU No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No.23/2006 jo. UU No.24/2013.
Implementasi UU PDP bukan akhir perjuangan menyelesaikan berbagai permasalahan melindungi data pribadi. Meminimalkan risiko dari perundungan, ancaman, penipuan, serta pelanggaran akun merupakan tanggung jawab Bersama.
Namun beban pemerintah masih terasa berat. Terlebih lagi, banyak data personal yang dikelola demi untuk memuluskan kebutuhan pelayanan publik lebih baik.
Pelindungan Data Pribadi di Perbankan
Kerahasiaan bank awalnya timbul dari tujuan melindungi kepentingan nasabah untuk menjamin kerahasiaan keuangan dan informasi pribadi. Rahasia bank juga menguntungkan bank itu sendiri sebagai lembaga yang dipercaya nasabah dalam mengelola uangnya.
Oleh karena itu, prinsip kerahasiaan bank merupakan jiwa dari sistem perbankan, bahkan risiko kehilangan pekerjaan bisa terjadi jika insan perbankan langgar aturan ini.