Tak terasa saat ini di tahun 2018 sudah memasuki gerbang politik, pemilihan kepala daerah khususnya kepala daerah di beberapa wilayah yang telah habis masa jabatannya melaksanakan pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur serta beberapa Kabupaten/Kota juga melaksanakan pilkada. Ada yang maju kembali sebagai independent ada pula yang baru dan mencoba peruntungan dengan naik kelas.Â
Tentu keterlibatan masyarakat dalam memilih serta menentukan kepala daerahnya merupakan indikator keberhasilan pemilu kepala daerah. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam setiap kepala daerah yaitu dengan adanya money politic yang disebarkan di detik terakhir dalam pilkada. Bahkan dalam beberapa kesempatan juga ditemukan adanya pegawai pemerintah atau yang saat ini disebut Aparatur Sipil Negara (ASN) juga terlibat dalam pemilihan kepala daerah yang secara undang-undang merupakan kesalahan yang bisa berakibat fatal.
     Keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam politik praktis tentunya karena ASN dianggap sebagai cara yang paling mudah untuk mempengaruhi masyarakat. Posisi ASN yang cukup strategis dan dipandang di masyarakat tentunya akan memudahkan calon dalam meraih dukungan dan berharap besar dalam pilkada.Â
Ketidaknetralan ASN tentu menjadi sorotan ditengah harapan masyarakat agar ASN mampu menjadi piar contoh jalannya demokratisasi jujur dan adil. Hal ini sejalan dengan harapan dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) nomor 5 tahun 2014.Â
Didalam Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  2014  tentang  Aparatur  Sipil  Negara  (disingkat dengan UU ASN) lahir dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara  sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang--Undang Dasar  Negara Republik  Indonesia  Tahun  1945,  perlu  dibangun  aparatur  sipil  negara  yang  memiliki  integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.Â
Hal ini tertera jelas dalam pasal 12 UU ASN nomor 5 tahun 2014 dijelaskan Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
     Keberpihakan ASN pada pasangan tertentu justru menciderai demokrasi dan netralitas UU ASN yang telah diatur sebaik mungkin untuk memberikan perbaikan pada sistem pilkada di Republik ini. Dampak buruk yang akan muncul ketika ASN tidak netral yaitu yang pertama bahwa ASN sebagai ujung tombak pemberian pelayanan kepada masyarakat yang merupakan tugas utama birokrat tentu ketidaknetralan akan berpengaruh dalam pemberian pelayanan pada masyarakat khususnya yang dirugikan adalah masyarakat yang tidak mendukung calon yang didukung oleh ASN.Â
Hal ini tentu melanggar asas keadilan serta UU ASN itu sendiri. Yang kedua yaitu adanya kenaikan jabatan ASN yang "pro" kepada pemenang pilkada. Apalagi hal ini tidak melihat kinerja dan potensinya, tentu akan menghambat jalannya roda organisasi pemerintahan. Seharusnya pengangkatan ASN dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan  itu  serta  syarat  obyektif  lainnya.
Pergeseran  atau  rotasi  jabatan  pimpinan - pimpinan  SKPD  di  lingkup pemerintah kabupaten/kota pasca pelaksanaan Pilkada sepertinya sudah  menjadi  tradisi dan  rahasia  umum. Yang ketiga tentunya adanya calon "incumbent" yang dengan mudah akan menggunakan kekuasaan yang tersisa.Â
Hal ini yang mengakibatkan mudahnya netralitas ASN terganggu. Sedangkan point ke empat dari tidak netralnya ASN yaitu adanya sanksi yang diberikan akan menghabiskan karir ASN yang sudah ditempuh. Untuk itulah pemerintah mengatur segala keterkaitan ASN yang diatur dalam UU ASN untuk memagari ASN dari permainan politik praktis yang bisa mengakibatkan dampak-dampak yang akan terjadi.
     Untuk itu hadirnya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) nomor 5 tahun 2014 diharapkan sebagai angkah antisipasi ASN untuk membatasi diri dalam hal-hal yang berkaitan dengan netralitas dalam pilkada. Netralitas yang dimaksud menurut Amin (2013)  netralitas adalah perilaku tidak memihak,  atau  tidak  terlibat  yang ditunjukan birokrasi  pemerintahan dalam masa kampanye kandidat kepala daerah di ajang pemilukada baik secara diam - diam maupun terang - terangan.Â