Mohon tunggu...
Abi Permana
Abi Permana Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menulis

Bertamasya dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS dan Gerindra Retak? (Mencermati Kalimat Tiffatul Sembiring)

11 Juli 2018   19:00 Diperbarui: 11 Juli 2018   19:34 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politisi dan Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tiffatul Sembiring mengirim sinyal kepada khalayak terkait retaknya koalisi partainya dengan partai pendukung utama pencalonan Prabowo Subianto sebagai capres pada Pilpres tahun depan. Tak tanggung tanggung, Tiffie, begitu menteri yang suka berpantun ini menyebut, PKS tidak mau hanya jadi pengembira saja di Pilpres. Tegas dan jelas, Tiffie menyebut jika Prabowo ingin didukung PKS, maka cawapresnya "haruslah" kader partai mereka.

Tidak aneh jika PKS "menggertak" Prabowo dan koalisi mereka selama ini. Sebelumnya, partai yang tadinya didirikan oleh para aktifis dakwah kampus ini sudah mengajukan sembilan nama kader mereka sebagai cawapres sebagai sarat berkoalisi. Nama nama itu antara lain Hidayat Nurwahid, Anies Matta, Sohibul Imam, Irwan Prayitno, Ahmad Heryawan dan bahkan nama Tiffatul sendiri.

Namun, sumber-sumber yang dekat dengan kalangan internal PKS menyebutkan bahwa kesembilan nama yang coba diajukan oleh PKS itu tidak satupun yang mampu menjadi penambah suara bagi Prabowo. Alih-alih menambah, malah sebut sumber tersebut, malah membuat elektabilitas Prabowo melorot.

Namun, PKS tetap ngotot dan mempersiapkan calon internal di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 nanti. Apalagi ancaman kali ini juga tidak main-main. PKS, mengancam akan memilih jalan "bercerai" dengan Partai Gerindra jika kadernya tak ada yang dipilih menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

Namun saya melihat apa yang disampaikan Tiffatul itu bukan bahaya besar. Kalau boleh menilai, itu hanya trik saja untuk memperkuat posisi tawar mereka di dalam koalisi.

Seandainya PKS bercerai dengan Prabowo dan memilih menjadi pendukung Jokowi dan bergabung ke koalisi PDI-P, Golkar, Hanura, NasDem, PPP mereka juga tidak akan diperhitungkan secara serius.  

Koalisi pengusung Jokowi sampai saat ini relatif stabil dan sudah cukup syarat untuk mengantarkan Jokowi ke kursi pencalonan. Masalah di tubuh koalisi Jokowi saat ini adalah memilih siapa diantara calon yang diusulkan koalisi sebagai cawapres sang petahana. Ada atau tidak ada PKS dalam koalisi itu tidak akan memberi pengaruh pada pilihan tersebut.

PKS juga pernah melakukan hal yang sama pada tahun 2009 lalu kepada koalisi pendukung SBY- Boediono. Orangnya tetap sama, Tiffatul juga. Pada waktu itu Pak Tiffie menjabat sebagai Presiden (sebutan untuk ketua umum) di DPP PKS. Ia "memaksa" Demokrat melobi partai mereka hingga menit akhir menjelang deklarasi SBY- Boediono di Bandung.

Jadi, kalau hari ini PKS mengancam akan "bercerai" dengan Gerindra dan PAN, rasanya itu hanya gertakan saja. Saya tidak yakin itu akan terealisasi.

PKS mesti ingat, di dalam koalisi antara pendukung Prabowo saat ini juga ada Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyodorkan ketua umumnya Zulkifli Hasan dan Demokrat yang digadang-gadang tengah mengusulkan nama Komandan Kogasma Partai Demokrat; Agus Harimurti Yudhoyono.

Tentu kalau dilakukan penilaian, kandidat yang diajukan PKS harus berjibaku dengan nama-nama tersebut. Belum lagi akhir-akhir ini muncul nama Taipan Media; Chairul Tanjung, yang dikenal dekat dengan partai politik juga santer disebut akan masuk bursa (Cawapres).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun