Mohon tunggu...
Abioyiq
Abioyiq Mohon Tunggu... Administrasi - Pegendara Masa

Menulis menyalurkan redundansi agar tak menjadi keruntuhan diri

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ocehan Penunggang Kuda Jepang

21 Maret 2012   02:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:41 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

07.00. Lagi, hari ini membuka pagar pintu rumah, melaju di atas roda dua. Menjejak tapak rutin menuju tempat mengunduh nafkah yang begitu-begitu saja. Menerobos jalan alternatif yang sedikit lebih lengang ketimbang jalan arteri kota. Melenggang di antara ratusan pengendara kuda besi lainnya. Bersama ribuan penduduk yang antipati dengan transportasi lokal. Mencicil sepeda motor 100-an cc tanpa uang muka meskipun dibutuhan waktu lama menyelesaikan tagihan, masih lebih baik ketimbang menyediakan anggaran angkutan kota yang lebih mahal dan tak lincah.

Tua, muda, laki-laki, perempuan, anak sekolah, karyawan, sendirian, membonceng orang atau membawa barang, karyawan swasta dan pemerintah, pelaku bisnis dan jasa semua tumplek di atas aspal. Analis transportasi masal bilang bahwa membludaknya jumlah kendaraan roda dua merupakan cerminan kegagalan pemerintah dalam mengelola sistem transportasi masal. Satu hal yang pasti secara anggaran dan waktu, kuda besi itu masih dianggap mereka sebagai solusi yang lebih baik menuju dan pulang dari tempat bekerja atau tujuan lainnya.

Gaya mengendarai sepeda motor juga berbeda-beda. Ada gaya baru dapat Surat Izin Mengemudi, kagok dan hati-hati, terkadang membahayakan pengemudi lain saat bodi motor tak cakap lajunya. Lain lagi dengan gaya ibu-ibu, bukan bermaksud mendiskriminasi gender, tapi pengalaman di jalan cukup membuktikan ibu-ibu sering lupa melihat kaca spion dan menyalakan lampu sen saat akan membelokkan kendaraannya. Ada juga gaya anak sekolah, serabutan, ngebut, suara knalpot bising dan tak mau didahului. Sebagian punya gaya yang rada aneh, terlalu sering memposisikan motornya di tengah jalan, membuat bingung pengendara mobil, dan masih banyak lagi gaya-gaya lainnya.

Sementara para analis sibuk dengan kertas kajiannya mereka para pengendara roda dua tak terlalu peduli, azas kemanfaatan lebih terasa di badan ketimbang membaca dan mendengar diskusi mengenai perbaikan sistem tranportasi masal yang tak terlalu meresap di benak. Jauh dari kesadaran tentang kita membeli produk lisensi yang banyak keuntungannya lari ke luar negeri, sementara ekses lainnya tertinggal di negeri ini. Dampak polusi knalpot, kebisingan, kerusakan prasaran jalan, limbah penggunaan pelumas, hingga sampah besi ketika sepeda motor tak lagi digunakan.

Analisa kepadatan lalu lintas juga tak kurang-kurang lengkapnya. Cukup baik dan valid untuk mendapatkan data guna menelurkan kebijakan mengenai jumlah kendaraan di atas jalan dan usaha-usaha pembinaannya. Baik mengatur jumlah kendaraan maupun menambah prasarana jalan yang ada. Tapi nyatanya ketertarikan pemerintah daerah terhadap pajak dan retribusi daerah sebagai imbas dari meroketnya pengguna kendaraan roda dua telah menegasi fakta dan data kepadatan kendaraan roda dua maksimal di jalan raya. Belum lagi ada oknum pemerintah yang mendapatkan 'keuntungan' dari produsen kendaraan roda dua, jika jumlah produksi mereka diizinkan naik secara progresif.

Di pinggir jalan ada halte bus rapid transit, mirip busway dengan bentuk yang lebih kecil. Sayang haltenya berdiri di atas trotoar, satu solusi yang menghadirkan masalah baru. Di ibu kota ada jalan tol, tapi tak jauh beda kemacetannya dengan jalan umum. Di atas rel ada bola beton yang siap memecahkan kepala penghuni atap gerbong. Di geladak ferry nyawa terancam, ada baiknya tetap menggunakan pelampung selama perjalanan. Penerbangan komersil berlomba-lomba bersaing harga tiket, hati-hati sebagian maskapai terpaksa memangkas biaya operasional perawatan pesawat.

Terakhir, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Kalkulasi tak berhenti pada penambahan biaya mengisi tangki sepeda motor dua kali seminggu, efek dominonya terhadap kebutuhan dasar lain harus di persiapkan secara mental. Kenaikan harga premium bersubsidi sebesar 25% bisa mengakibatkan kenaikan harga barang lebih dari 50% di lapangan. Mengapa tak mencoba opsi-opsi lain yang menunjukkan keseriusan pemerintah mengurusi rakyatnya, agar rakyat mengerti bahwa pimpinan mereka berjibaku keras memikirkan mereka. Bukankah minyak mentah kita masih bisa diolah sendiri, bukankah memulai program alih energi gas dan listrik sudah sering dilantunkan, atau belum cukupkah mereka yang berkepentingan meraup keuntungan dari perputaran bisnis kendaraan berbahan bakar minyak.

Dahlan Iskan meluncurkan artikel tentang putra petir. Menurut beliau Indonesia tengah hamil tua dan menunggu-nunggu kelahiran putra petir. Seseorang yang sangat diharapkan merubah negeri ini. Bagaimanakah rasanya seorang ibu yang tengah hamil tua? atau bahkan sudah melewati masa prediksi melahirkan? Sama pak, kami juga menunggu, atau kalau perlu minta rekomendasi ahli kandungan untuk dioperasi cesar saja sekalian.

Lagi, pulang menuju rumah yang bukan rumah sendiri, berjibaku di jalan persis seperti saat berangkat pagi tadi. Hanya saja dengan badan yang lelah, pikiran yang penat dan polusi yang lebih pekat. Turun dari kuda besi dan tersenyum kecil seraya membayangkan senyum orang-orang Jepang di seluruh bodinya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun