Mohon tunggu...
Abioyiq
Abioyiq Mohon Tunggu... Administrasi - Pegendara Masa

Menulis menyalurkan redundansi agar tak menjadi keruntuhan diri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mendekam Dalam Diam

1 Oktober 2019   12:00 Diperbarui: 1 Oktober 2019   12:02 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak malam engkau bermusuhan dengan harapan
Tanpa sanggup menyapanya meski sejenak
Sibuk membalas sikap acuhmu nan bermunculan
Dari tanah lembab penyubur syak wasangka yang tengah merebak

Dengusmu kini menderu dan mengulang
Diamini tangismu yang perlahan mengering
Menyadari asamu kian menghilang
Menghadirkan lelahmu yang kini berteriak nyaring

Sebuah surat engkau terbang layangkan
Dipenuhi diksi para pujangga yang menyerah
Menyemai tunas kalimat tentang berpamitan
Menyiramnya dengan kata-kata pisah

Permohonan izin mendekam dalam diam
Merapal mantra mutawatir dari Tuhan
Meredakan gejolak syahwat yang dibingkai harapan
Menyambut ketenangan dari semesta alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun