Mohon tunggu...
Alim Qalby
Alim Qalby Mohon Tunggu... -

Read and write

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ulama dan Komunis Asing Aseng

25 Januari 2017   12:17 Diperbarui: 25 Januari 2017   12:36 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilgub DKI tahun ini benar-benar menghadirkan sebuah atmosfer yang berbeda dibanding pilgub-pilgub sebelumnya, saya melihat pilgub kali ini seperti sebuah panggung yang sedang mempertontonkan drama farce. Para pihak yang beradu di pilgub ini saling menyindir satu sama lain mulai dengan cara yang ironi bahkan sampai sarkastik. Namun, terlepas dari saling sindir menyindir tersebut, hal yang lebih menarik bagi saya adalah adanya kampanye anti komunis atau Red Scare dan yang lebih menariknya adalah kampanye anti komunis banyak dilakukan oleh ulama-ulama dengan mengidentifikasikan salah satu calon dalam hal ini Ahok sebagai seorang komunis bahkan secara tidak langsung menuding pemerintahan saat ini adalah pemerintahan komunis. 

Komunis yang dipelajari melalui ceramah-ceramah para ulama dan buku sejarah buatan rezim orde baru sangat berbeda dengan kenyataannya, komunisme adalah sebuah ideologi yang memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar, anti kapitalisme dan imperialisme. Landasan teori dari komunisme adalah materialisme dan dialektika, hal inilah yang menjadi akar dan embrio lahirnya anggapan bahwa komunis adalah orang-orang yang anti Tuhan selain ungkapan Karl Marx yang mengatakan "Agama adalah Candu". 

Materialisme dan Dialektika merupakan teori dari Friederich Engels yang kemudian diperkenalkan oleh Tan Malaka dalam bukunya "Madilog" yang ingin melepaskan Indonesia dari belenggu keterbelakangan "logika mistika" yang pada waktu itu masyarakat lebih banyak mempercayai hal-hal mistik. Hal ini disalah artikan oleh para ulama sebagai sebuah sikap anti Tuhan, Amerika Serikat yang menganut paham liberal dan kapitalis mengambil kesempatan untuk memperluas propaganda tentang komunis yang anti Tuhan karena pada saat itu sedang terlibat perang dingin dengan Rusia yang menganut paham komunis dan anti kapitalis. 

Tentu saja Amerika Serikat akan sangat diuntungkan dengan propaganda tersebut karena rezim orde lama yang dipimpin Soekarno sejalan dengan Rusia komunis yang anti kapitalis dan ingin mewujudkan sebuah negara yang BERDIKARI (Berdiri di Atas Kaki Sendiri). Tujuan propaganda tersebut jelas adalah melengserkan Soekarno dan memberantas kaum-kaum anti Kapitalis, sehingga aliran investasi dari negara kapitalis seperti Amerika Serikat akan bebas masuk ke Indonesia. Hasil dari propaganda tersebut sangat berhasil, semua kekayaan alam Indonesia digerogoti oleh para kapitalis selama puluhan tahun, dan yang paling ironis adalah 1.5 juta anggota atau bahkan hanya simpatisan komunis dibantai tanpa diadili. 

Sebuah fallacy terjadi di kalangan ulama-ulama Indonesia saat ini, baik dari ulama yang ceramah Jumatan sampai ulama yang mengklaim diri sebagai Imam Besar Umat Muslim Indonesia. Fallacyadalah sebuah mistaken belief atau dalam istilah Indonesia lebih tepat disebut kesesatan berpikir atau mungkin salah mendefinisikan sesuatu atau bahasa mainstream-nya gagal paham. Para ulama ini seperti yang tadi saya sebutkan diatas menganggap bahwa Amerika Serikat dan China mempunyai sebuah ideologi yang sama yaitu komunis kapitalis, mereka beranggapan komunis dan kapitalis ini sejalan dan sama-sama ingin menjajah Indonesia melalui Jokowi dan Ahok. 

Saya pernah menonton video ceramah Imam Besar FPI Habib Rizieq, dalam ceramahnya dia menyebutkan kalau Ahok dan Jokowi adalah "jongos komunis dan kapitalis internasional". Ulama-ulama lain juga tidak kalah sering menyuarakan kampanye anti komunis dan anti asing aseng, menurut saya pribadi komunis memang tidak bisa diterapkan di Indonesia dan tidak ada salahnya menolak paham komunis di Indonesia. 

Namun yang membuat miris adalah terjadi sebuah pembodohan massal dimana mereka yang berteriak ganyang komunis dan asing aseng ini adalah orang-orang yang sama sekali tidak mengerti tentang komunis, bagi mereka komunis adalah orang-orang yang tidak percaya Tuhan, bagi mereka komunis adalah antek kapitalis, dan bagi mereka komunis itu hamba liberalisme dan sekularisme. Apa yang menjadi momok adalah ketika ulama-ulama ini terus menyebarkan kampanye Red Scare versinya sendiri maka genosida tahun 1965 dan 1966 bukan tidak mungkin bisa terulang. 

Saat ini, ulama memiliki power yang besar dan sangat potensial untuk membuat hal itu terulang karena mereka memiliki pendengar yang banyak dan asal telan, sehingga pada saat mereka dicekoki dengan propaganda komunis versi ulama semangat mereka akan langsung membara dan siap berjihad. Ketika genosida itu terulang maka sekali lagi yang akan menjadi korban bisa diprediksi adalah etnis tionghoa. Rezim orde baru sudah berlalu 19 tahun yang lalu, tapi orang-orang yang berkuasa di rezim tersebut sampai saat ini masih mempunyai pengaruh, hal ini yang membuat pengungkapan genosida 1965-1966 itu sangat sulit meskipun di Indonesia sudah menjadi rahasia umum. Pembantaian tersebut sampai saat ini masih dianggap sebagai sebuah kisah heroik yang benar dan sangat pantas dilakukan, karena itu bukan tidak mungkin peristiwa ini akan kembali terulang.

Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun