Masa kecil adalah masa bahagia, bersama teman-teman bermain dan bercanda tawa. Saat itu, belum memikirkan bagaimana mencari uang, kalau mau jajan tinggal meminta saja sama orang tua. Kebahagiaan terpancar saat menjelang dan didalam bulan Ramadhan, alasannya yang penulis pikirkan saat itu karena banyak makanan yang tersaji di bulan Ramadhan. Di Masjid maupun di rumah pun tersedia berbagai jajanan.
Saat itu, sudah dilatih berpuasa meskipun jam 12 siang berbuka dan dilanjutkan puasa lalu berbuka bersama keluaga saat adzan maghrib. Penulis pun mendapat tugas dari Sekolah untuk mengisi buku kegiatan bulan Ramadhan. Yang menarik saat itu dan sudah tidak berulang lagi saat ini adalah meminta tanda tangan kepada mubaligh.
Mengantri tanda tangan
Maklum, di tempat tinggal penulis tidak ada Masjid, sehingga bersama kawan-kawan agar dapat tanda tangan kuliah Subuh harus menuju ke Masjid yang ditempuh sekitar 1 KM. Suasana senyap dan udara segar menyapa perjalanan menuju masjid untuk menunaikan Shalat Subuh.
Sampai di Masjid, tepat dikumandangkan  adzan Subuh, dilanjut Iqomat dan melaksanakan Shalat Subuh 2 rokaat. Usai Shalat Subuh tidak langsung pulang, karena justru itulah perburuan kami yang harus mendengarkan ceramah kuliah subuh dengan merangkum materinya.
Uniknya, usai Sholat Subuh tidak bisa langsung meminta tanda tangan, namun harus dikumpulkan dan menuju rumah Kyai yang memberikan ceramah kuliah Subuh. sesampai di rumah sudah banyak yang mengantri untuk mengumpulkan buku kegiatan bulan Ramadhan.
" Wah...Lukman cepet nih dapat tanda tangannya, kan pacarnya anak Kyai", ucap teman penulis berseloroh. Padahal masa itu kelas 4 MI tidak kenal yang namanya pacaran, hanya becandaan saja. Biasa kalau zaman kecil seringkali dipasang-pasangkan oleh teman-teman untuk bahan guyonan saja. Sehingga biasa saja.
Ketahuan Kakinya ada tulisan nama anak Kyai
Hal yang paling lucu sekaligus membuat malu penulis saat itu, saat mengantri meminta tanda tangan di rumah Kyai Penceramah. Candaan teman-teman ternyata juga membuat penulis merasa ada deg deg ser saat bertemu dengan lawan jenis yang dipasang-pasangkan sebagai bahan guyon oleh teman Sekolah. Malamnya, entah ada fikiran apa, telapak kaki penulis ditulis nama perempuan anak Kyai tersebut dengan spidol warna merah.Â
Karena lupa, besoknya seperti biasa mengantri di rumah Kyai untuk mendapatkan tanda tangan yang menggunakan stempel, petugas tanda tangan adalah anak kyai tersebut.