Saat ini media sosial sedang viral pernyataan dari seorang Profesor Rocky Gerung yang mengatakan bahwa Kitab suci itu Fiksi. Dengan analoginya bahwa Fiksi itu berbeda dengan Fiktif. kalau fiksi itu nanti di masa depan bisa menjadi nyata atau fakta. Okelah, kalau yang dia maksud kitab suci bisa saja kitab suci agamanya karena dia non muslim, itu pendapat pribadinya. Namun, dalam hal ini pernyataannya diamini oleh muslim yang mengaitkannya dengan Kitab Suci umat Islam yakni Al Qur'an.
Sebetulnya, dalam hal ini penulis sangat tidak sependapat dengan pernyataan Rocy Gerung bahwa Kitab suci adlah fiksi, yang dimaksudkan adalah Al Qur'an. Penulis menangkap bahwa Rocky seorang sekuler yang cerdas. Pedangnya mampu menebas dua pihak yakni penguasa dan islamis tekstual. Andai saja penjelasannya pada posisi bukan sedang kritis terhadap penguasa, pasti dia dihajar pihak-pihak islamis tekstual.
Para pendukung yang sependapat dengan pernyataan Rocky, mengambil kesimpulan dari pengertian Fiksi yang dia copas dari media Wikipedia. Fiksi adalah sebuah Prosa naratif yang bersifat imajiner, meskipun imajiner sebuah karya fiksi tetaplah  masuk akal dan mengandung kebenaran yang dapat mendramatisasikan  hubungan-hubungan antar manusia.
Namun, sayangnya, ia tidak melanjutkan penjelasan berikutnya terkait dengan pengertian Fiksi di media Wikipedia tersebut. Mengutip dari media wikipedia, kebenaran dalam sebuah dunia fiksi adalah keyakinan yang sesuai dengan  pandangan pengarang terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran  dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata,  misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama, logika, dan  sebagainya.[1] Sesuatu yang tidak mungkin terjadi bahkan dapat terjadi di dunia nyata dan benar di dunia fiksi.[1] Misalnya seorang perempuan yang membunuh seorang laki-laki yang  memperkosanya tetapi ia dinyatakan bebas dan tidak bersalah atas kasus  menghilangkannya nyawa seseorang-menurut hukum dunia nyata ia harus  tetap di hukum.
Yang perlu digaris bawahi bahwa dikutip dari Wikipedia, Kebenaran  dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata,  misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama, logika, dan  sebagainya. Ini menunjukkan bahwa fiksi adalah sesuatu hal yang tidak nyata atau sesuatu hal yang imajiner/imajinasi, namun bisa saja menjadi sesuatu hal yang nyata. Pengarahan opini tersebut betul apabila dikaitkan dengan sebuah karya yang sebelumnya tidak ada, semisal dalam film doraemon ada alat-alat imajinasi yang ternyata bisa dibuat nyata dengan perkembangan teknologi saat ini.Â
Namun, apabila kata Fiksi disandingkan dengan Kitab Suci Al-Qur'an, tentu hal itu sangat bertentangan. Sama halnya, mengatakan bahwa awalnya ayat-ayat didalam Al-Qur'an itu fiksi atau imajinasi yang nanti bisa saja menjadi nyata. Ini pemahaman yang fatal. Ironisnya, ada beberapa umat Islam yang latah sependapat dengan pernyataan Rocky Gerung (RG) yang Non Muslim. Alasan yang kuat, karena posisi RG sedang mengkritisi penguasa.
Pemikiran RG hampir sama dengan Nashr Hamid Abu Zaid bahwa dalam pandangannya, teks al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama  lebih dari 20 tahun terbentuk dari fenomena realitas dan budaya. Oleh  sebab itu Al-Qur'an adalah produk budaya (muntaj thaqafi) dan juga menjadi produsen budaya (muntij li al-thaqafah)  karena menjadi teks yang hegemonik dan menjadi sumber atau rujukan bagi  teks yang lain. Disebabkan realitas dan budaya tidak bisa dipisahkan  dari bahasa manusia, maka Nasr Hamid juga menganggap Al-Qur'an sebagai  teks bahasa (nas lughawi).
Kenapa pernyataan RG yang sudah usang dan sangat tidak pantas diikuti itu dipilih bahkan diviralkan beberapa umat Islam. Hal itu, karena ada satu hal yang mendasarinya. Yakni terkait dengan kepentingan politik semata. Semestinya, beberapa orang yang memviralkan bisa memfilter pernyataan
"(Kitab suci fiksi) itu murni pendapat Rocky Gerung, silakan saja.  Bagi saya, kitab suci bukan fiksi," cuit beliau di akun  @mohmafudmd.
Dalam cuitan yang menjawab pertanyaan followernya terkait pernyataan  Rocky Gerung ini, Guru Besar Fakultas Hukum UII ini juga menjelaskan  bahwa antara karya fiksi dan kitab suci jauh sekali perbedaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H