Kemudian, bendahara tim pemenangan Anies-Sandi, Satrio Dimas Adityo di Posko Pemenangan Anies-Sandiaga, Melawai, Jakarta Selatan pada 11 Februari 2017 menjelaskan bahwa sumber terbesar dana kampanye Anies-Sandi berasal dari uang pribadi cawagub Sandiaga Uno, yakni sebesar 62,8 miliar rupiah.
Dengan data-data yang dilaporkan oleh bendara masing-masing tim pemenangan tersebut, hari ini kita bisa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya:
- Pasangan Agus-Sylvi
Dengan perolehan suara hanya sebesar 16-18% sangat tidak berimbang untuk pengeluaran dana kampanye sebesar Rp68.953.462.051 (paling besar diantara ketiga pasangan calon). Belum lagi memperhitungkan biaya pribadi kelas bisnis diluar dana kampanye yang dibelanjakan sebagai reward untuk tim pemenangannya 2 hari sebelum pemungutan suara.
- Pasangan Ahok-Djarot
Dengan perolehan suara sebesar 43-44%, walau tidak unggul satu putaran seperti yang diharapkan, dapat disimpulkan dana partisipasi grass root dikelola dengan sangat baik. Besarnya partisipasi individu menyumbang juga mengindikasi besarnya trust masyarakat pada pasangan petahana ini. Ini menjadi nilai tambah bagi pasangan Ahok-Djarot.
- Pasangan Anies-Sandi
Dengan perolehan suara sebesar 39-41%, dibandingkan dengan besaran pengeluaran dana kampanye, masih dapat dikatakan layak. Namun kecilnya partisipasi individu menyumbang mengindikasikan kecilnya trust masyarakat pada pasangan Anies-Sandi. Dengan kata lain, sesungguhnya dengan dana pribadi sebesar itu, Â cukup dengan Event Organizer, Sandiaga Uno sudah bisa berkampanye.
Dana kampanye, se-utopis apapun seseorang yang mau merogoh koceknya, adalah tetap merupakan sebuah investment. Siapapun yang menyumbang untuk dana kampanye pasangan paslon yang berkompetisi dalam pilkada (bahkan pilpres sekalipun), tentu memiliki ekspektasi akan "return-nya'. Return bisa dalam berbagai wujud. Ada yang berkekspektasi akan terwujudnya iklim usaha yang lebih baik, banjir yang berkurang, kesejahteraan yang meningkat, birokrasi yang bersih, perubahan yang significant, dan lain sebagainya.
Berkaca pada fakta data sumber dana kampanye pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, sesungguhnya pasangan Ahok-Djarot, secara pribadi berada dalam posisi NOTHING TO LOSE, alias apakah kemudian menang atau kalah di putaran dua, karena keduanya tidak perlu mengkhawatirkan ROI (Return of Investment) alias balik modal dari satu juta rupiah yang mereka masing-masing sumbangkan.
Sebaliknya, untuk pasangan Anies-Sandi, terutama Sandi tentunya, ROI atas uang pribadinya 62,8 miliar tersebut sangat tergantung pada kemenangan di putaran kedua. Jika pasangan Anies-Sandi kalah, apakah Anies dan partai-partai pengusung akan bersedia urun-an (patungan) untuk mengganti seluruh atau sebagian dari uang Sandi tersebut? Mungkin saja, walau probabilitas-nya sangat kecil.
Maka memenangi putaran dua, menduduki kursi wakil gubernur DKI adalah satu-satunya harapan bagi Sandiaga Uno untuk mencapai titik ROI. Minimal dari sisa dana operasional Gubernur DKI yang sebesar 50 miliar pertahun dikalikan 5 tahun, dana pribadi 62,8 miliar yang dikeluarkan oleh Sandiaga Uno dalam kampanye pilkada DKI dipastikan ROI.
Tapi, mungkin saja Sandiaga Uno tidak berharap balik modal atas 62,8 miliar uang pribadinya... ya mungkin saja... yang pasti warga DKI perlu bersiap diri jika kemudian tahun-tahun berikutnya, tidak pernah ada lagi pengembalian sisa dana operasional gubernur DKI, seperti yang selama ini dikembalikan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Pada akhirnya, pasangan Ahok-Djarot masih seperti dulu-dulu, NOTHING TO LOSE.