Mohon tunggu...
Jogja Thegreat
Jogja Thegreat Mohon Tunggu... -

nama saya abimanyu lazuardi. aktivitas saya sehari hari sebagai pedagang buku keliling di jogjakarta. salah satu hobi saya adalah menulis. dengan berjalan berkeliling saya banyak melihat berbagai macam hal dan kejadian. dengan membaca buku saya menjadi mengetahui berbagai macam hal dan kejadian. semoga dengan menulis saya bisa berbagi berbagai macam hal dan kejadian.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Petani Ibu Kota

10 Agustus 2011   09:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:55 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jam sembilan malam di antara rumah rumah sederhana

Pernahkah kawan mencoba melihat malam dI suatu desa? melihat rumah rumah sederhana dengan arsitektur khas pedesaan, dengan teras dan kursi santainya. Pintu rumah yg terdiri dari dua daun pintu, bukan satu seperti rumah kebanyakan seolah siap kapanpun menyambut tamu dengan tangan terbuka dan penuh kehangatan. Cobalah melihatnya kawan, seperti yang aku lakukan sekarang. Waktu di jam tanganku masih menunjukkan pukulsembilan malam , kalau orang jakarta bilang masih sore. Tapi lihatlah kawan rumah rumah sederhana itu hampir seluruhnya sudah mematikan lampunya, ruang tamu, kamar tidur sudah gelap. Hanya menyisakan lampu penerangan di teras depan dan jalan jalan kampung. Suara siaran teevisi ataupun radio rri pemerintah sudah tak terdengar lagi. Kecipak ikan di kolam sebelah rumah rumah sederhana itu menmbah sendu suasana malam yang ditimpali musik alam yang kusebut jeritan jangkrik dan cicit cuit burung hantu. Sungguh suasana ini bisa melemparkanku ke satu masa dimana aku pernah menjadi bagiannya. Masih kuingat jam tidurku saat itu adalah saat tibanya dunia dalam berita di stasiun televisi milik pemerintah yang dengan angkuhnya memutus acara favoritku saat itu. Masih kuingat aku akan dengan dongkolnya masuk kamar dan membayangkan sendiriakhir dari film yang kutonton. Menyiapkan jadwal mata pelajaran esok hari sembari memasukkan buku buku diktat pelajaran yang tebal dan berat dengan mata setengah mengantuk. Yah, masa di mana tak ada beban dan mimpi yang muluk muluk seperti sekarang.

Aku sangat suka suasana malam seperti ini meski menjadikanku sentimentil. Cobalah kawan pelajari kesederhanaan mereka. Pernahkah kawan merasa nyaman tidur di jam sembilan malam?dan bangun di pagi subuh?ataukah jangan jangan kawan semua masih menunggu kemacetan terurai d jl rasuna said?ataukah lebih hebat lagi masih belum bergerak di bawah patung pancoran?sehingga tak pernah bisa menikmati indahnya suasana rumah rumah sederhana ini.

Aku yakin mereka bisa dengan tenangnya merebahkan badan dan kepalanya tanpa harus dibebani pikiran untuk bangun pagi subuh karena mengejar kereta rangkaian listrik yang entah kapan akan menjadi monorel ataupun menghindari 3in1. Mereka bangun pagi subuh karena suara adzan subuh yang mendayu membelai seolah musik yang maha dahsyat. Mereka bangun karena jam biologis mereka memang seperti itu. Mereka bangun tak seperti kita yang tergesa gesa seradak seruduk mandi dan menyiapkan setumpuk pekerjaan kantor. Mereka akan dengan segarnya meraup segenggam air sumur yang dinginya menampar wajah sehingga bisa meluruhkan semua onak onak kotoran fikiran. Segenggam air sumur Yang mereka sebut dengan air wudlu.Tahukah kawan, mereka bisa tidur dengan nyenyak di pukul sembilan malam karena mereka tidak pernah membawa pekerjaan kantor mereka pulang ke rumah. Lihatlah mereka yang tidak pernah membawa tanah garapan merekake rumah. Lihatlah kawan, mereka mencuci cangkul dan sabit mereka di sungai sebelah sawah mereka seolah olah tak ingin ada sedikitpun kotoran ataupun sisa pekerjaan mereka yang terbawa sampai rumah. Bukan sepertiku yg malah membawa setumpuk kotoran pekerjaan.

Mungkin kawan akan beranggapan desa tidak bisa dibandingkan dengan kota. Secara geografis memang benar tapi secara psikologis bagiku desa dan kota haruslah sama jika ingin kedamaian di jiwa datang.Mungkin kawan akan bilang d kota kita bekerja dengan penuh tekanan dan target yang kejam. Ya, itu memang benar. Tapi, lihatlah hama wereng yang harus mereka lawan, susahnya air yang mengairi sawah mereka. Belum lagi faktor alam yang tidak menentu sekarang ini bukankah sama saja dengan target dan tekanan itu. Belum lagi langkanya pupuk dan harga jual yang rendah. Aku masih beruntug mendapatkan gaji setiap tanggal satu setiap bulannya. Lihatlah mereka harus di “rapel” setiap tiga bulan (istilah pns). Tekanan mereka juga berat. Ataukah kawan berpikir kita bekerja dengan otak mereka dengan badan. Slah kawan, mereka bekerja dengan badan dan otak juga. Bagaimana menyiasti produksi ditengah ketidakpastian faktor pendukung produksi mereka.Tapi mengapa mereka bisa lebih ceria dan dan bisa tidur pukul sembilan malam? Menurutku karena sifat kesederhanaan dan alam yang masih segar. Lihatlah mereka tidak mengenal apa itu mall, cafe, pub ataupun discoutiqe. Lihatlah di pagi subuh mereka disambut belaian suara adzan dan kokok ayam jago bukan suara klakson metromini dan raungan knalpot busuk kopaja. Lihatlah udara yang mereka hirup begitu segar dan hijau bukan deru dan debu polusi seperti kita. Lihatlah mereka berangkat disertai ciuman hangat istri mereka dengan mata yang berbinar penuh kepercayaan terhadap suaminya yang berangkat kerja tanpa ada kekhawatiran suaminya berselingkuh dengan teman kantornya. Ya, karena mereka tidak terbiasa menonton telenovela dan infotainment murahan. Mereka terbiasa bergelut dengan menemukan cara bertahan hidup tiga bulan hanya dengan beras setali. Jadilah mereka super wonder woman yang tak ada waktu lagi mengurusi urusan rumah tangga krisdayanti dan rahul lemos.

Oh maaf kawan, inilah sepenggal catatan perjalananku malam ini. Aku menginginkan kedamaian di jiwa dan kantongku. Adakah kawan memiliki sebuah catatan juga?mari berbagi.

Ataukah kawan punya mimpi gila juga sepertiku, yang ingin istriku kelak setiap jam dua belas siang mengantarkanku makan siang di rantang dan air di kendi ke tempat kerjaku. Seperti mereka mengantarkannya juga. Dan setiap jam sembilan malam sudah bisa merebahkan badan dengan nyenyak.

Kereta gajayana, malam ini 4 april 2011

* masih taraf belajar,harap maklum jika struktur kalimat ataupun tanda bacanya tidak baku. saran dan kritik sangat saya harapkan.

salam,

abimanyu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun