Tujuh tahun saya telah berumah tangga. Memang belum seberapa. Tetapi pastinya banyak hal yang telah saya lalui. Banyak peristiwa yang terjadi. Banyak kejadian yang menghampiri. Tak hanya suka, tapi juga duka. Hem... namanya juga manusia.
Dalam rentang waktu itu, rentetan masalah selalu memberikan hikmah. Semakin membuat saya lebih matang dalam menghadapinya. Bukan malah lari darinya. Membuatku semakin dewasa.
Bertengkar, cekcok, ribut, atau apalah sebutan lainnya suatu hal yang tak jarang saya alami bersama istri. Saya pun menganggapnya sebagai hal yang wajar dan lumrah. Bahkan, ia bisa menjadi ‘bumbu’ yang akan semakin membuat sedap kehidupan rumah tangga itu sendiri.
Menjadi hal yang salah adalah membiarkan pertengkaran itu berlarut-larut tanpa adalah komunikasi untuk mencari solusi. Saling mendiamkan antara satu dengan yang lain bukan pilihan yang tepat. Alih-alih menyelesaikan, justru ia akan menjadi ‘bom waktu’ yang akan menghancurkan.
SMS. Ya, itulah cara saya dan istri berkomunikasi meski masih dalam suasana ‘perang’. Ketika ‘peperangan’ darat belum menemui titik perdamaian, biasanya kami lanjutkan dengan perang ‘udara’. Bahkan, dengan sms saya merasa justru lebih bisa mengeksplorasi masalah yang diperselisihkan. Hingga sering kali, masalah pun terselesaikan dengan sms-an tadi.
Dengan sms saya dan istri bisa menumpahkan apa saja yang dirasa tak mengenakkan hati. Hingga tak jarang dari sms itu kita bisa saling berintrospeksi diri.
Walhasil, dengan sms-an perdamaian pun tercapai. Masalah terselesaikan dan tidak berlarut-larut. Bahkan, saya dan istri menjadi lebih mesra. Lebih kompak dalam ‘peperangan’ yang sesungguhnya.
Selamat ber-sms-an!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H