Mohon tunggu...
Abila Shila
Abila Shila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Konten Hoax Terkait Agama Di Media Sosial Dan Beberapa Platform Online Yang Dapat Menyesatkan Masyarakat Sekitar Beserta Solusinya

20 Mei 2024   08:58 Diperbarui: 20 Mei 2024   09:03 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Maraknya konten hoax  berkaitan dengan agama yang tersebar di masyarakat sekitar. Ancaman dan solusi di era digital seperti ini, media sosial dan platform online telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Namun di balik mudahnya mengakses beberapa informasi ada  bahaya yang meliputi tumbuhnya konten-konten penipuan terkait agama. Konten menyesatkan ini untuk kepentingan pribadi ini dengan mudah menyebar dan memberikan dampak buruk bagi masyarakat.Bentuk pemalsuan agama bisa bermacam-macam bentuknya, seperti :
1. Berita palsu yaitu berita yang dirancang atau dimanipulasi untuk menyesatkan dan menipu pembaca tentang suatu peristiwa atau isu keagamaan.
2. Konten Provokatif: yaitu konten yang bertujuan untuk membangkitkan emosi dan menimbulkan kontroversi di kalangan umat beriman.
3. Tafsir agama palsu: Yaitu tafsir agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama sebenarnya dan dapat menyesatkan orang.
4. Penyakit dan ujaran kebencian: Yaitu konten yang berisi pencemaran nama baik dan ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu karena alasan agama.

Ada beberapa dampak negatif dari maraknya berita hoax bagi masyarakat sekitar  misalnya:
1. Kesalahpahaman Agama
Dengan membuat konten hoax,  masyarakat akan salah memahami ajaran agama sehingga berujung pada tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama seperti melakukan kekerasan, radikalisme, atau intoleransi. Seseorang mungkin salah memahami ajaran agama tentang kekerasan atau jihad, sehingga mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama, karena mereka berfikir tindakan tersebut sangat dianjurkan oleh agama.
2.  Agama memicu perselisihan dan konflik
 penipuan agama dapat menyebabkan perselisihan dan konflik antar umat beragama dan bahkan berujung pada kekerasan. Setiap agama mempunyai penafsiran dan keyakinannya masing-masing tentang Tuhan, alam semesta, dan bagaimana manusia seharusnya hidup. Perbedaan penafsiran tersebut dapat memicu perselisihan dan konflik antar umat beragama, terutama ketika salah satu pihak merasa bahwa penafsiran tersebut adalah satu-satunya yang benar dan berusaha memaksakan keyakinannya kepada pihak lain. Contohnya konflik Sunni-Syiah dalam Islam yang bermula dari perbedaan pendapat di kalangan pemuka agama sepeninggal Nabi Muhammad SAW..
3. Rusaknya citra suatu agama
Dengan adanya penipuan agama dapat merusak citra suatu agama dan bisa menyebabkan masyarakat mempertanyakan ajarannya. Tindakan kekerasan dan ekstremisme yang dilakukan atas nama agama dapat merusak nama baik agama tersebut. Ketika masyarakat melihat aksi kekerasan, seperti pelaku bom bunuh diri atau perusakan tempat ibadah, mereka mungkin takut dan percaya pada agama. Contohnya serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok ekstremis Yahudi seperti Kach dan Kahane Chai merusak citra Yahudi di mata banyak orang.
4. Menyebabkan keresahan sosial
Penipuan agama dapat menyebabkan keresahan sosial dan mengganggu fungsi masyarakat yang bermanfaat.
Ada beberapa solusi untuk mengatasi penyesatan agama memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak, seperti:
1. Meningkatkan literasi digital masyarakat
Masyarakat harus mampu mengidentifikasi diri serta memverifikasi informasi terlebih dahulu. Literasi digital dapat membantu masyarakat dapat membedakan informasi yang benar dan salah di internet, sehingga mereka terhindar dari hoaks, penipuan online, dan konten berbahaya lainnya.
2. Edukasi bahaya penipuan agama
Masyarakat harus diberikan edukasi tentang bahaya penipuan agama dan dampak negatifnya terhadap individu, masyarakat, dan bangsa, dengan adanya edukasi tersebut masyarakat jadi tahu dan paham mengenai informasi yang ia dapat itu menyesatkan atau tidak.
3. Menggunakan teknologi untuk melawan penipuan
Dengan menggunakan teknologi dapat digunakan untuk mengendalikan dan mencegah adanya penyebaran penipuan agama di media sosial dan platform online.
4. Meningkatkan peran tokoh agama
Umat beragama harus berperan aktif dalam memerangi penipuan agama dengan mengedukasi masyarakat dan mengklarifikasi informasi yang benar.
5. Penegakan hukum
Pelaku penipuan agama harus ditindak tegas untuk memberikan efek jera. Penegakan UU Penipu penting untuk menciptakan efek jera dan mencegah penyebaran penipuan. Indonesia memiliki beberapa undang-undang yang dapat digunakan untuk menangkap pelaku penipu, antara lain:Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008: UU ITE mengatur tentang pidana. menyebarkan informasi palsu dan menyesatkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.Pasal 14(1) KUHP: Pasal ini mengatur tentang tindak pidana penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat, dengan ancaman pidana paling lama 3 tahun penjara.Pasal 28(1) dan (2) UU ITE: Pasal ini mengatur tentang pencemaran nama baik yang diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil mengenai memerangi penipuan agama adalah tanggung jawab bersama. Dengan meningkatkan literasi digital, edukasi, dan kerja sama antar pihak, kita dapat membangun ruang digital yang lebih sehat dan menghindari konten-konten menyesatkan yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.Mari  bekerja sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan memberikan sebuah informasi yang benar dan jelas dari mana sumbernya. Dan jangan sesekali menyampaikan informasi yang belum tentu adanya atau belum jelas asal usulnya dari mana yang dapat menyebabkan maraknya berita hoax. Apapun tindakan yang kita lakukan di media sosial harus bisa bertanggung jawab di jejaring sosial dan beberapa platform online karena jejak digital itu akan selalu ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun