Dalam era digital yang semakin maju, penggunaan media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi Z. Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi topik yang menarik bagi para peneliti, terutama dalam konteks penggunaan media sosial. FOMO diartikan sebagai perasaan takut, cemas, atau khawatir yang muncul pada individu karena ketinggalan suatu informasi baru, seperti berita, tren, atau aktivitas orang lain. Penelitian terkini telah menunjukkan bahwa self-esteem memiliki pengaruh signifikan terhadap FOMO pada generasi Z pengguna media sosial.
Definisi dan Konteks FOMO
FOMO sering muncul dalam konteks penggunaan media sosial, terutama pada generasi Z yang akrab dengan berbagai platform media sosial. Generasi Z, yang lahir pada tahun 1997 dan setelahnya, telah tumbuh dalam era digital yang dinamis dan terhubung. Mereka seringkali merasa terus terhubung dengan dunia luar melalui media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan TikTok. Perasaan FOMO muncul karena individu merasa ketinggalan informasi atau aktivitas yang dianggap penting oleh orang lain.
Generasi Z adalah kelompok pertama yang benar-benar tumbuh di era digital. Mereka tidak hanya menggunakan media sosial untuk berkomunikasi, tetapi juga sebagai alat untuk mengekspresikan diri, membentuk identitas, dan mencari validasi dari orang lain. Dalam banyak kasus, media sosial menjadi cermin di mana mereka mengukur nilai diri mereka sendiri. Dengan begitu banyak waktu yang dihabiskan di media sosial, mereka sangat terpapar pada konten yang dapat memicu FOMO.
Penelitian menunjukkan bahwa generasi Z lebih rentan terhadap FOMO dibandingkan generasi sebelumnya. Ini sebagian besar disebabkan oleh bagaimana mereka menggunakan media sosial. Mereka sering kali merasa harus selalu mengikuti perkembangan terbaru, berpartisipasi dalam tren populer, atau tampil seolah-olah mereka selalu bahagia dan sukses. Tekanan untuk menampilkan citra diri yang sempurna ini dapat mempengaruhi self-esteem mereka, terutama ketika mereka merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi yang ada.
Hubungan antara Self-Esteem dan FOMO
Tingkat self-esteem seseorang dapat mempengaruhi seberapa besar mereka merasakan FOMO. Individu dengan self-esteem yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap FOMO karena mereka lebih percaya diri dengan diri mereka sendiri dan lebih sedikit membutuhkan validasi dari orang lain. Mereka mampu menikmati hidup mereka sendiri tanpa merasa perlu untuk selalu membandingkan diri dengan orang lain.
Sebaliknya, individu dengan self-esteem yang rendah lebih rentan terhadap FOMO. Mereka lebih cenderung membandingkan diri dengan orang lain di media sosial dan merasa bahwa mereka tertinggal atau tidak cukup baik. Ini bisa memperburuk perasaan tidak aman dan kecemasan, yang pada gilirannya dapat menurunkan self-esteem mereka lebih jauh. Siklus ini bisa menjadi sangat merusak, karena FOMO yang terus-menerus dapat menguras energi mental dan emosional.
FOMO yang berkepanjangan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental generasi Z. Rasa cemas dan stres yang disebabkan oleh FOMO dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan sosial, dan bahkan gangguan tidur. Selain itu, ketergantungan yang tinggi pada media sosial dan kebutuhan untuk selalu terhubung dapat menyebabkan isolasi sosial di dunia nyata, karena individu menjadi terlalu fokus pada kehidupan online mereka.
Generasi Z mungkin merasa mereka harus selalu "on" dan siap untuk merespon apa pun yang terjadi di media sosial. Tekanan ini dapat menyebabkan kelelahan digital dan mengurangi kualitas hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk belajar mengelola waktu mereka di media sosial dan membangun self-esteem yang lebih sehat.
Â