Revitalisasi Tugu Monumen Nasional ( Monas ) yang dilalukan Pemerintah DKI Jakarta mengundang banyak reaksi publik terhadap kebijkan Anis Baswedan sebagai seorang Gubernur.
Seperti ada kekuasaan mutlak yang diperankan oleh Anis. Memimpin Jakarta membuatnya ter-otoritasi sasi dalam membuat suatu kebijakan. Termasuk kebijakan menguasai aset negara bangsa, yakni Monas.
Bahwa kemudian langkah yang diambil Anis tidak bersandar pada proses koordinasi yang sehat. Malah ia mengambil alih otoritas dari Komisi Pengarah yang diketuai oleh Sekretariat Negara. Apa yang dilakukan Anis telah bertentangan dengan peraturan.
Aturan yang dimaksud adalah Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Yang dimaksud dari sistematika dalam aturan itu mengatakan bahwa bila belum ada persetujuan/ijin dari Komisi Pengarah maka jelas tidak boleh. Karena Gubernur DKI hanya sebagai Ketua Badan Pelaksana.
Selain itu, akibat dari proyek revitalisasi tersebut ancaman terhadap kesehatan lingkungan dan manusia cukup terganggu. Dilansir dari koran MI tadi pagi, bahwa proyek reviralisasi Monas telah menghabiskan 190 pohon tua yang ditebang.
Ambiguitas otoritas kebijakan yang dilakukan bukan untuk membuat Jakarta ( Monas ) semakin sejuk malahan menjadi panas akibat dari penebangan pohon secara sadis.
" Cukup Anis menguasai Balai Kota tapi tidak untuk Monas", kata seorang teman yang tidak ingin disebutkan namanya.
Hal lain adalah bahwa pada prinsipnya Monas bukan milik Pemda DKI Jakarta. Monas itu Monumen Nasional, yang dirawat oleh negara. Jangan seenaknya berbuat semaunya untuk merubah yang telah ada.
Kota Jakarta, untuk diketahui sudah berada dalam kondisi sangat khawatir terkait polusi. Udara Jakarta yang sudah semakin memburuk, harusnya proyek penanaman pohon dilakukan bukan malah menebang pohon. Â Aneh bin ajaib!
Berdasarkan data Kompas.com 2019 lalu menjelaskan, untuk area luas Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) DKI Jakarta hanya 14,9% atau sekitar 98, 5 km2. Sedangakan menurut Undang-undang luas RTH minimal 30 %.