Pada faktanya,  salah satu istilah yang bisa ditemukan dalam Pasal 1 poin 24 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah.
Dilansir dari hukumonline.com, Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami isteri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup maupun terbuka.
Pasal 25 ayat (1) qanun hukum jinayah mengancam hukuman cambuk maksimal 30 kali atau denda paling banyak 300 gram emas murni atau penjara maksimal 30 bulan jika terbukti melakukan ikhtilath.
Selain Ikhtilath masih banyak istilah khas yang tercantum dalam qanun hukum jinayah. Beberapa istilah hukum yang sehari-hari dikenal seperti restitusi, zina, pemerkosaan, pelecehan seksual, hakim, menyuruh melakukan, dan anak dimuat juga dalam Qanun Hukum Jinayah.
Beragam istilah diatas jelas pada prinsipnya jika dilihat dengan kaca mata hak asasi manusia, sangat bertentangan. Urusan dengan siapa kita berhubungan badan, itu bukan kewenangan negara dalam mengurusi privat seseorang.
Walau saja, pasti akan menimbulkan perdebatan juga dikalangan pro hak asasi dan kalangan islam di Aceh. Nah, pertanyaannya apakah Sherly bisa membongkar dan menarasikan Qanum Hukum jinayah ini?
Sebagai milenial asal Aceh, sudah tentu Sherly terang menderang mengetahui baik buruknya penerapan hukum jinayah ini. Apakah berguna bagi penduduk Aceh yang heterogen? Ataukah wajib direvisi lagi.
Saya pikir Sherly bisa mengerti kondisi yang diuraikan, untuk kemudian memposisikan diri menjadi orang yang pekah terhadap semua masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H