Malam ini ramai sekali dengan pendakwaan salah satu ormas berseragam putih dimedia sosial. Ormas itu diduga merupakan biang kerok lahirnya rasisme yang menimpa teman-teman Mahasiswa Papua di Surabaya.
Saya pun tak paham siapakah gerangan Ormas itu? Bagaimanakah ciri-cirinya? akhirnya saya selidiki. Oh, ini! kan sudah dari dulu saya bilang kalo sebaik-baiknya manusia dialah yang berperikemanusiaan.
Ormas yang suka teriak-teriak anti Pancasila, terus ingin dirikan NKRI bersyariah. Apalagi itu, saya kadang bingun memikirkan rencana yang diusung.
Memang sebuah bangsa akan kehilangan martabatnya bila pikiran-pikiran lama belum terinstal. Bila sulit menginstal, anda boleh ke tokoh sebelah yang mahir instal-menginstal. Jangan asal menginstal karena itu akan membawa virus sehingga pikiran anda bisa rusak.
Akibatnya, menganggap orang lain lebih buruk dari kita adalah keadaban. Oalah... saya kok jadi kewer-kewer sendiri.
Ormas yang disebutkan, paling takut akan kebebasan manusia. Bila ada yang berhaluan yang tak sepemahaman pasti akan digrebek. Dicap kafir dan dianggap sebagai sebuah ancaman.
Disatu negeri, saya baru menemukan pikiran manusia dapat dibatasi. Ras manusia yang tidak sama akan dipanggil dengan sebutan binatang. Problem sehari-hari yang tak kungjung usai.
Bagaimana itu bisa menjamur? Pertanyaan yang muncul. Saya jawab sederhana saja. Kekurangan membaca dan tidak kemasukan gizi 4 sehat 5 sempurna, sehingga pikiran polarisasi dan diskriminatif sulit dihilangkan.
Fatalnya, kegaduhan terjadi dimana-mana. Hasutan dan ujaran kebencian diumbar dengan skenario tunggal.
Bukan saja Ormas, aparatur negara yang bertugas sebagai keamanan pun ikut membiarakan pikiran rasisme itu. Timbul gejolak diberbagai daerah, dengan enaknya mereka mulai mengklarifikasi dan meminta maaf.
Tailaso, ayo instal Fpi-kiran. Ayo instal Fpi-kiran aparat juga. Pokonya semuanya ayo instal Fpi-kiran. Lahirkan pikiran baru. 74 tahun beragam pulau-pulau  telahmenjadi sebuah bangsa, sangat disayangkan jika hanya sebatas halusinasi.