Â
          Â
Setelah ramai isu aksi people power 22 Mei 2019 sebagai bentuk protes atas kecurangan pemilu 2019. Isu ini kian menyebar sampai ke pelosok desa dengan bantuan media TV, dan Media sosial. Tentu dengan pemberitaan aksi yang akan berdampak pada suasana kekacauan, keprihatinan keluarga pasti sangat tinggi apalagi seorang ibu.
Bagaimanapun ibu harus bisa memastikan kondisi anak-anaknya dalam keadaan baik-baik saja. Firasatnya jauh lebih tajam dari ramalan seorang profesor atau ahli nujub. Firasat saja sudah bisa terbukti, apalagi ucapan.
Singkat cerita pada sore pukul 14.00-wib, ada teman saya orang Ambon Hasan Jamco namanya, bercerita soal mama-nya melarang untuk tidak pergi ikut-ikut demo. "Tadi beta mama telepon sampai nangis-nangis, beta mama bilang jangan ikut demo takut kenapa-kenapa,"kata dia. Perlu di ketahui, Hasan adalah Mahasiswa tingkat akhir Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIE AD) Jakarta.
Dia menambahkan, larangan itu akibat dari ramainya pemberitaan soal kondisi Jakarta 22 Mei 2019 nanti. Pokonya mama bilang, tanggal segitu di kos saja tidak boleh kemana-mana,"Â terang Hasan.
Hasan melanjutkan, kalau beta mama sudah bilang bagini, ya beta harus ikut. Beta tidak mau durhaka dengan tidak mentaati perkataan orang tua, apalagi ini ucapan mama.
Himbauan ini bukan saja datang dari Mama untuk melarang anaknya terlibat aksi. Polisi sebagai lembaga keamanan negara pun turut menghimbau kepada masyarakat untuk tidak memobilisasi massa dalam jumlah besar.
Berbagai upaya monitoring harus terus dilakukan. Memang Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kita bebas berekspresi dan berpendapat  karena itu adalah hak asasi manusia(HAM) namun bila prakteknya memakai dalil perpecahan dan kebencian sehingga menimbulkan kekacauan, saya rasa itu sudah keluar jauh dari semangat demokrasi dan UUD 45.
Untuk itu demonstrasilah dengan kesejukan bukan dengan  ujaran kebencian yang berefek permusuhan dan perpecahan. Kita satu Indonesia, satu Bhinekatunggal ika, satu Pancasila.
Sumberfoto:kabar24-bisnis.com