Sayangnya, kata Mijak, bagi warga Suku Anak Dalam isi RPTNBD tidak pernah mereka inginkan.
Â
"Sebelum RPTNBD Orang Rimba tidak pernah diberitahu dan sesudahnya pun tidak ada sosialisasi. Kami tahu ketika membaca buku RPTNBD, dari situ semua informasinya baru kami tahu," kata Mijak kepada jernih.id.
Â
Yang paling memukul warga Suku Anak Dalam adalah persoalan zonasi.
"KKI Warsi tidak jujur pada Orang Rimba dan tidak melibatkan Orang Rimba pada proses RPTNBD ini," papar Mijak.
Â
Kini, di masa yang telah berubah, Mijak dan warga Suku Anak Dalam tentunya harus bisa lekas merespons perubahan. Pendidikan dan ruang hidup tentunya menjadi agenda ke depan yang harus segera direspons dan dipersiapkan dengan rencana yang matang.
Kini, secara fisik, Butet Manurung boleh saja tak lagi hadir bersama Suku Anak Dalam. Namun gelora api semangatnya yang mengajak Suku Anak Dalam peduli pendidikan dengan bersekolah akan terus ada untuk membawa kebaikan hidup dan masa depan mereka bersama alam semesta. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H