Pada 24 Februari 1990 di Semarang, Jawa Tengah, saya pertama kali bertemu Penulis N.H. Dini dalam acara "Temu Pers Sekolah" yang diselenggarakan kantor tempat saya bekerja, Majalah HAI, dan Pemkot Semarang.Â
Status saya hari itu lagi mengambil libur cuti. Jadi terbebas dari kewajiban untuk memberikan laporan kegiatan berbagi ilmu mengenai dunia penulisan kepada para pelajar dan remaja Semarang hari itu.Â
Saat itu N.H. Dini jadi salah satu pembicara selain Gola Gong. Usai acara saya sempatkan ngobrol dengan N.H. Dini bersama Redaktur HAI Dharmawan Handonowarih. Topik obrolan tentu saja tak jauh dari dua bukunya yang jadi bacaan wajib buku sastra saat itu, "Pada Sebuah Kapal" dan "Namaku Hiroko".Â
Dua buku itu sebetulnya semacam catatan pribadi jalan hidupnya yang sempat menjadi seorang pramugari, menikah dengan diplomat asal Perancis, dan berpisah dengan suaminya dan dua anaknya.Â
Lalu ia bercerita tentang pilihan untuk hidup sendiri tanpa menikah lagi dan tinggal di panti jompo bersama orang-orang yang usianya jauh lebih tua dibanding dirinya. "Anak-anak saya tinggal di Perancis. Mereka punya kehidupan sendiri. Saya tak ingin mengganggu. Saya bahagia tinggal di panti jompo," ungkap N.H. Dini.Â
Salah satu anaknya adalah animator terkenal di dunia yang melambungkan film "Minions". Saya tidak berani bertanya lebih jauh atas pilihannya tinggal di rumah jompo.Â
Padahal saat itu usianya belum termasuk lansia. Saya terkesan dengannya sebagai perempuan yang tegar, mandiri, dan menjalani hidup tanpa ingin merepotkan orang lain --bahkan kepada anak-anaknya. Meski hidup sendiri N.H. Dini memiliki banyak aktivitas yang mewarnai hidupnya.Â
Selain tampil sebagai pembicara di berbagai forum tentang dunia sastera dan penulisan ia merampungkan beberapa buku. Sore ini ada kabar N.H. Dini meninggal dunia pada usia 82 tahun akibat kecelakaan lalu lintas di ruas jalan tol Kota Semarang pada Selasa (4/12) pagi.Â
Bangsa Indonesia, tentu saja, kehilangan salah satu penulis perempuan terbaik yang begitu peduli dengan isu-isu kemandirian dan pemberdayaan perempuan. Selamat jalan, Ibu N.H. Dini. Beristirahatlah dalam damai.Â
Namamu akan terus kami kenang dalam karya-karya abadimu yang telah kau warisi hingga hari kiamat nanti: "Pada Sebuah Kapal" dan "Namaku Hiroko". (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H