Hindu dan Budha adalah kebudayaan agama yang berasal dari India. Kedua agama tersebut memiliki kebudayaan yang berbeda namun memiliki kaitan yang kuat dengan satu sama yang lain. Kebudayaan Hindu-Buddha juga memiliki pengaruh yang besar terhadap kebudayaan di Indonesia, salah satu peninggalannya adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Bagaimana pengaruh kebudayaan Hindu-Budha dalam perkembangan candi-candi di Indonesia seperti Borobudur dan Prambanan bisa terjadi? Mari kita lihat!
Kedua candi tersebut berasal dari kerajaan yang sama yaitu, Kerajaan Mataram Kuno yang memiliki banyak kebudayaan-kebudayaan Hindu-Budha. Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan yang berlokasi di Jawa Tengah. Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad ke-8 sampai abad ke-11 dan juga dikenal sebagai "Bhumi Mataram'. Pada awalnya, Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Dinasti Sanjaya, yang diperintah oleh Raja Sanjaya. Dia dikenal sebagai raja yang berani, gagah, dan bijaksana. Pada masa pemerintahan Sanjaya, beliau memerintah untuk membangun sebuah lingga sari di di atas Bukit Kuntjarakunja. Setelah Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Panangkaran. Ternyata, Raja Panangkaran berasal dari keluarga Sanjaya dan juga Syailendra. Maka setelah Panangkaran meninggal, Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi dua, Mataram bercorak Hindu yang diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Mataram yang bercorak Budha yang diperintah oleh Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya diperintah oleh raja-raja seperti Panunggalan, Waruk, Garung dan Pikatan. Sedangkan, Dinasti Syailendra diperintah oleh Raja Indra. Wilayah Mataram-Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara, dan wilayah Mataram-Budha meliputi Jawa Tengah bagian selatan.Â
Perpecahan tersebut tidak berlangsung secara lama. Pada tahun 820 masehi (abad ke-9), Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya dan Pramodhawardhani memiliki perkawinan politik. Karena perkawinan tersebut, Kerajaan Mataram Kuno dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan mereka berdua, wilayah Mataram menyebar luas sehingga meliputi Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Nuansa toleransi antara agama Hindu dan Budha sangat kuat pada masa pemerintahan Pikatan-Pramodhawardhani. Pramodhawardhani mengizin Pikatan untuk membangun candi-candi bercorak Hindu di wilayah kekuasaannya, sebaliknya juga sama dengan Pikatan. Mereka berdua juga selalu mengusahakan agar rakyat Dinasti Sanjaya dan Syailendra dapat hidup dengan rukun. Pada masa pemerintahan ini, banyak candi-candi yang kita mengetahui sekarang di bangun.
Pada abad ke-7, Kerajaan Mataram Kuno bercorak Budha mulai membangun Candi Borobudur. Candi Borobudur digunakan untuk perayaan Waisak, sebuah acara ritual untuk agama Budha. Pembangunan Candi Borobudur dimulai pada 750-850 M yang dilakukan oleh tenaga kerja sukarela. Pembangunan Candi borobudur dimulai dari meratakan daratan dan dipadatkan dengan batu-batuan. Kemudian, mereka mendirikan tata seperti piramida. Namun, bentuknya diubah menjadi persegi lalu ditambah undak melingkar. Bentuk candinya kemudian diubah lagi dengan menambahkan undakan melingkar dan memperlebar undakan pondasi. Tahap yang terakhir adalah tahap untuk penyempurnaan. Pada tahap ini, tangga diubah, pagar ditambahkan, dan kaki candi dilebarkan. Tingkatan-tingkatan pada Candi Borobudur ternyata menerapkan tiga alam dalam Budha yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Kamadhatu adalah tingkatan paling bawah dari kosmologi Budha (lantai 2 pada bagian kaki candi). Dalam kosmologi Budha, Kamadhatu melambangkan alam bawah yang menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu-nafsu duniawi. Selanjutnya adalah tingkatan Rupadhatu yang melambangkan alam antara atau saat manusia mulai meninggalkan keinginan-keinginan duniawi namun tetap terikat oleh dunia nyata. Rupadhatu berada di lantai 3 hingga lantai 7 pada tubuh Candi Borobudur. Yang terakhir adalah Arupadhatu yang berada di tingkat-tingkat paling atas yaitu lantai 8 hingga lantai 10. Dalam kosmologi Budha, Arupadhatu merupakan alam atas atau tempat yang dihuni oleh dewa-dewa. Arupadhatu menjadi simbol kemurnian tertinggi yang telah dicapai oleh manusia dengan meninggalkan nafsu-nafsu duniawi.
Candi Borobudur juga ternyata adalah hasil akulturasi dari budaya Hindu di India dan Indonesia. Bentuk dasar dari Candi Borobudur adalah bangunan berundak yang memiliki konsep dasar pengembangan punden berundak dari seni bangunan prasejarah. Hal tersebut tercermin dari keberadaan stupa-stupa yang ada di dalam candinya. Jika dilihat dari atas denah Candi Borobudur, kita dapat melihat pola mandala, yaitu diagram berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris yang berkaitan dengan lokasi penempatan tempat dewa-dewa Buddha.
Selain Candi-candi Budha dari Dinasti Syailendra, ada juga Candi-candi yang bercorak Hindu yang dibangun oleh rakyat Dinasti Sanjaya.
Pada abad yang sama, Candi Prambanan mulai dibangun di bawah perintah Rakai Pikatan. Pembangunan Candi Prambanan dilakukan untuk menghormati Trimurti atau Tiga Dewa dalam pengajaran Hindu. Dewa-dewa tersebut adalah Dewa Brahma sebagai dewa Sang Pencipta, Dewa Wisnu sebagai dewa Sang Pemelihara Alam Semesta, dan Dewa Siwa sebagai dewa Sang Pemusnah. Candi Prambanan memiliki tiga bagian yaitu Plataran Njobo, Plataran Tengahan, dan Plataran Njero. Seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan merupakan hasil akulturasi dari budaya India dengan budaya Indonesia. Menurut Bosch, percandian di Indonesia memiliki keidentikan dengan kitab Manasara yang berasal dari India Selatan. Kitab tersebut berisi mengenai patokan dalam pembuatan kuil beserta bangunan profane, bentuk desa, bentuk kota, banteng, dan juga penempatan kuil. Arsitektur Candi Prambanan juga mengikuti pola mandala dan memiliki bentuk seperti Gunung Suci Mahameru, gunung yang menjadi tempat untuk para dewa semayan. Komplek Candi Prambanan juga memiliki desain yang mengikuti konsep kosmologi Hindu yang telah terbagi menjadi beberapa lapisan alam.Â
Namun, walaupun candi-candi tersebut memiliki keberadaan yang sangat penting di antara masyarakat Kerajaan Mataram Kuno, candi-candi tersebut ditinggalkan karena berbagai faktor seperti bencana alam, perpindahan Kerajaan ke Jawa Timur, gempa Bumi, gunung meletus, dan tanah longsor. Fungsi dari candi-candi tersebut pun hilang dan candi-candi tersebut tidak dirawat dengan baik. Candi Borobudur tertutup dengan hutan yang lebat dan Candi Prambanan menjadi hancur akibat dari letusan Gunung Merapi yang menjulang sampai 20 km di utara Candi Prambanan. Pada tahun 1814, Candi Borobudur kemudian ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles yang menyuruh insinyur perwira seni H. C. Cornelius untuk meneliti Candi Borobudur. Sedangkan Candi Prambanan ditemukan sebelumnya pada tahun 1733 oleh seseorang yang berkebangsaan Belanda yaitu C. A. Lons. Kondisi Candi Borobudur dan Candi Prambanan sangat buruk dan kotor pada saat candi-candi tersebut ditemukan kembali.
H. C. Cornelius memberi tugas kepada 200 orang untuk menebang pohon, membakar semak-semak, menggali tanah, dan mengubur candi. Pekerjaan tersebut kemudian dilanjutkan oleh residen Kedu Hartmann yang memerintah untuk membersihkan kotoran dan tanah pada candi tersebut. Kedu Hartmann juga menyelesaikan salah satu arca yang belum selesai yang ia temukan di dalam stupa Candi Borobudur. Candi Borobudur kemudian selesai diperbaiki pada tahun 1853. Bagaimana dengan Candi Prambanan? Ternyata, walaupun Candi Prambanan ditemukan duluan, Candi Prambanan tidak diperbaiki sampai pada tahun 1918. Saat pemugaran dimulai, mereka memiliki kesulitan untuk memperbaikinya karena banyak batu dari candi tersebut dicuri. Oleh karena itu, candi-candi kecil pada Candi Prambanan tidak dibuat ulang dan hanya menampakkan pondasi dari candi tersebut.Â
Sekarang, Candi Borobudur dan Candi Prambanan menjadi warisan dunia (diresmikan oleh UNESCO tahun 1991) dan tempat ibadah umat Hindu-Budha sedunia. Candi Borobudur dan Prambanan juga menjadi salah satu tempat wisata yang sangat terkenal dan dikunjungi oleh jutaan orang di dunia.