Beberapa bulan ini, banyak acara musik yang diselenggarakan di Indonesia. Acara-acara lama yang terpaksa terhenti karena pandemi, sampai acara baru yang sedang di tahun pertamanya, semua hadir untuk mengobati rasa rindu penikmat musik Indonesia akan festival musik yang terpaksa ditiadakan karena virus yang kita semua sepakat sangat menyebalkan.
Semenjak festival musik sudah diizinkan kembali diselenggarakan, deretan acara berlomba-lomba untuk dihadiri dan berlomba-lomba untuk menjadi yang paling megah. Penjualan tiket pun menjadi sebuah perlombaan yang tidak terhindar juga. Penikmat musik pun menjadi bingung untuk memilih yang mana.
Sebelumnya, festival musik besar seperti Pestapora dan Synchronize Fest sukses dilaksanakan. Semua yang hadir bahagia dan memberi testimoni baik. Namun, setelah dua acara itu diselenggarakan, mulai banyak acara yang bermasalah, bahkan sampai tidak jadi diadakan.
Dua contoh paling besar adalah Berdendang Bergoyang Fest di Jakarta dan Fosfen Festival di Bandung. Dua acara ini menjadi buah bibir netizen karena berantakan.Â
Berdendang Bergoyang Fest yang seharusnya diadakan selama tiga hari harus menyudahi acaranya di hari kedua. Hal tersebut disebabkan karena terlalu penuhnya tempat acara sampai-sampai membahayakan para penonton yang hadir. Hukuman pun diberikan pihak kepolisian yang menarik izin acara mereka untuk hari ketiga.
Fosfen Festival harus ditiadakan bahkan sebelum acara dimulai. Betapa terkejutnya para calon penonton yang sudah membeli tiket melihat pengumuman di media sosial bahwa Fosfen Fest dibatalkan pada H-1 acara. Hal ini terjadi karena kurang siapnya pihak panitia untuk mengadakan festival sebesar itu.
Pelajaran yang Bisa Diambil
Dua contoh di atas merupakan acara yang baru diadakan tahun ini. Sebelumnya, Berdendang Bergoyang Fest dan Fosfen Festival belum pernah diadakan. Dua acara ini bisa dikatakan newcomers yang melupakan banyak hal penting dalam membuat acara.
Berdendang Bergoyang Fest melupakan pentingnya memperhatikan kapasitas tempat diadakannya acara. Mereka terus mengambil keuntungan dari tiket tanpa membatasinya. Alhasil, tempat pun terlalu penuh hingga membahayakan dan membuat pihak kepolisian harus menghentikannya. Bahkan, izin yang diberikan polisi diabaikan. Mereka hanya diizinkan untuk mendatangkan 3000 penonton, namun penjualan tiket mencapai 27.000.
Fosfen Festival melupakan pentingnya hitam di atas putih. Perlu diketahui bahwa Fosfen awalnya akan diadakan pada Agustus namun diundur ke November. Sementara, perjanjian mereka dengan pihak investor hanya sampai September dan Fosfen tidak memperbaharui perjanjiannya. Karena itu, dana mereka habis dan terpaksa membatalkan persiapan panjang mereka.
Dua hal besar yang dilupakan ini menjadi pelajaran untuk seluruh acara musik yang ingin diadakan kedepannya. Dalam membuat acara musik, tidak hanya konsep acaranya saja yang harus dimatangkan, urusan perizinan dan dana tidak boleh dilupakan.