Senja yang mulai beranjak, mentari yang mulai bersembunyi dibalik deretan semesta
Menghela nafas sesaat, mengisi lamunan dengan narasimu.
Di tepian janji aku berharap kita tetap memegang ingatan itu
Bertemu dibatas pilu, berujar dibatas dahaga kabut metafora.
Tentangmu, pena yang akan kering jika semua kisah ku coretkan, kau penuh dengan imajinasi rasa
Berujar pada sang waktu, membeku di lindas seluruh nalarmu
Di sini , kita pernah bercanda, sebuah desa kecil dengan latar ilalangg yang bergoyang
Kita pernah naik ke bukit, melihat langit agar lebih dekat kita capai, lalu
Menapaki jejak kata, kita pernah berjanji dilembah surgawi
Kita pernah bermain di pelataran rumah, sambil bercanda menarik nafas kepastianÂ
Elliana, kau sosok tanda tanya, akupun tak mampu menerjemahkannya
Kau merah, hitam, putih, kuning, kau semuanya
Kau penuh cinta, pemarah, dan semua siklus rasa , kau semuanya
Dibalik dinding bilik aku mengenalmu, masak sayur melinjo sambel terasi, itu kemewahan elliana
Aku takan menuliskan satu persatu kesanmu, kau begitu tangguh, kau pernah memarahiku, tak perlu aku memujimu, karena semesta tak suka itu
Kau dengan dera, kita lanjutkan sampai mana kita bersuara
" Kisahmu dibalik bilik rindu, bernyanyi di padang ilalangg"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H