Ayahku ialah Ayah tehebat sedunia akhirat. Alasan aku menjadikan Ayah sebagai inspirasi dan semangat terbesar dalam hidupku.
Ayah adalah orang yang mengajarkan aku tentang banyak hal yang belom aku ketahui di dunia ini. Ayah selalu bersemangat bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Ayah tak pernah mengenal lelah meski hujan, badai, angin ribut ayah selalu semangat.
Ayah adalah orang yang paling rajin ibadah. Meski cuaca tidak mendukung Ayah tetap berangkat ke masjid untuk beribadah, aku bangga padanya karena Ayah selalu istiqomah pada kebiasaan baiknya.
Terkadang aku ingin sekali seperti Ayah yang ketika mendengar adzan langsung mengerjakan sholat tapi apalah aku yang selalu menuruti hawa nafsu untuk bermalas-malasan.
Sesekali ibu bercerita tentang Ayah dan membuatku sedih ketika mendengarnya
Seberjuang itu Ayah mencari nafkah, kerja apapun dilakukan dan membuat aku semakin bersemangat untuk mencari ilmu agara Ayah dan Ibu tidak sia-sia membiyayai aku.
Kisah yang begitu pahit dan menjadikan Ayah sosok yang begitu kuat dan memiliki semangat hidup yang tinggi.
Ayah selalu totalitas tanpa batas dalam bekerja. Yang menjadikan inspirasi bagi aku dan keluarga.
Ayah terlahir dari keluarga kurang mampu dalam hal ekonomi. Ayah terlahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara.
Saat Ayah duduk dikelas 6 sekolah dasar, Ayah pada saat itu berumur 11 tahun. Ketika bersekolah Ayah selalu mendapatkan juara
Karena Ayah selalu belajar sebelum pelajaran itu diajarkan, ya bisa dibilang Ayah kutu buku karena selalu pergi ke perpustakaan untuk membaca buku disana.
Nenek dan Kakekku hanyalah pedagang dipasar, yang selalu berangkat pagi-pagi buta dan pulang ketika senja tak lagi ada.
Mereka tak tahu bagaimana Ayah disekolah dan bahkan tak peduli Ayah dapat prestasi atau tidak, karena yang mereka tahu bagaimana mencari uang untuk mendapatkan sesuap nasi padang
Namun Ayah tak pernah kehabisan akal. Ayah mempunyai prinsip bahwa harus semangat belajar dan bisa terus sekolah sampai sarjana.
Ketika disekolah Ayah juga berjualan seperti pisang goreng, tempe goreng dan juga es teras kota untuk membiyayai sekolahnya. Uang yang didapatkan dikumpulkan untuk membayar sekolah dan uang jajan Ayah sendiri agar tidak minta ke Kakek dan Nenek
Suatu hari Ayah pernah berjualan es teras kota di halte, kemudian ada pereman yang mendatangi Ayah dan mengabil seluruh uang yang Ayah punya, al hasil Ayah pulang tidak membawa uang sepersenpun.
Bukannya mendapat untung, malah sebaliknya. Ayah harus mengganti uang yang mestinya dipake untuk belanja es dan akhirnya Ayah tak bisa membayar uang sekolah.
Ayah menyicil hutang kepada pemilik es teras kota selama tiga bulan, ya karena Ayah telah kerampokan dan tidak mendapatkan uang.
Saudara perempuan Ayah yang terakhir juga sakit, dia tidak bisa bicara, menjadikannya tidak sekolah karena dulu belum ada sekolah khusus untuk orang yang bekebutuhan dan belom ada biyaya juga untuk pengobatannya.
Pernah suatu ketika adik perempuan Ayah digigit oleh Anjing tapi tidak ada yang tahu sebab dia tak bisa berbicara, sampai-sampai adik Ayah mengalami kejang-kejang.
Namun, apalah daya ketika kita menemukan adik Ayah dia sudah tak lagi bernyawa, disitulah kami sangat sedih dan menyesal yang amat dalam
Kepergian adik Ayah menyebabkan Nenek dan Kakek berubah mereka semakin kejam ke Ayah, seakan-akan apapun yang dilakukannya tidak ada artinya dan selalu salah.
Di usia ayah yang baru sebelas tahun, Ayah harus merasakan dunia yang amat kejam ini, Ayah harus mencuci seluruh pakaian keluarga dan memasak untuk sarapan dan makan malam. Jika Ayah salah sedikit dalam mengerjakan atau bahkan telat mengerjakan perintah Nenek dan Kakek, Ayah pasti akan dipukuli habis-habisan dan ditendang, hingga badan Ayah memar-memar sampai Ayah tak kuasa untuk berdiri karena rasa sakit yang ia rasakan.
Kejadian pahit itu selalu terngiang-ngiang dipikiran Ayah, sehingga Ayah tidak bisa menjadi orang yang percaya diri. Ayah tidak berani jika diminta untuk berbicara didepan banyak orang seprti halnya khutbah.
Ayah pernah diminta untuk khutabah ketika sholat jum’atan atau bahkan diminta untuk mengimami sholat tarawih tapi Ayah selalu menolak melakukannya karena Ayah selalu menganggap bahwa ia tidak pantas dan apapun yang Ayah lakukan selalu salah, mengingat Nenek dan Kakekku selalu memukulinya seolah-olah ia bukan manusia yang layak untuk disayangi ataupun dicintai.
Aku dan saudari-saudariku terkadang menangis. Kami iba kepada Ayah. Setelah Ayah mendapatkan perlakuan yang tak pantas untuk diterima, Nenek dan Kakek telah membunuh segala cita-cita dan harapan Ayah.
Ayah bilang, perilaku yang paling mebuatnya sedih ialah ketika Nenek dan Kakek mengusir Ayah dari rumah. Mereka membakar pakaian Ayah dan membuangnya di tong sampah, ketika Ayah melihat pakaiannya di tong sampah Ayah diludahi oleh Kakek.
Ayah tak bisa menolak ketika diusir, saat itu juga Ayah menangis sedalam-dalamnya karena tak tau lagi mau kemana. Dan akhirnya Ayahku tidur dijalanan tanpa alas ataupun bantal.
Setelah sebulan Ayah meninggalkan rumah ternyata Nenek sakit gila, lalu Kakek mengajak Ayah pulang lagi kerumah untuk merawat Nenek. Namun ya begitu sikap Kakek tak pernah berubah selalu saja berbuat kejam ke Ayah bahkan bukan semakin berkurang malah semakin menjadi-jadi.
Suatu hari Kakek sakit dan Ayahpun bergegas membelikan obat untuknya sehingga Ayah lupa tidak mempasung Nenek dan menjadikan Nenek kabur berkeliaran, Kakek yang mengetahui marah tak karuan kepada Ayah karena Ayah lalai akan tugasnya. Kakek merasa Ayah sangat ceroboh dan durhaka kepadanya.
“Jalang, kamu anak ga ada gunanya bisanya Cuma merepotkan saja!”
Setelah Kakek marah-marah ke Ayah bahkan menyumpahkan yang tidak-tidak datanglah Kakak perempuan Ayah yang pertama untuk mengajak Ayah pulang kerumahnya,karena Kakak Ayah kasihan melihat Ayah yang selalu disiksa oleh mereka.
Ayah menjalani kehidupan baru dirumah Kakaknya alhamdulillah hidup Ayah lebih enak dan akhirnya Ayah memutuskan untuk menikah dengan ibu. Meski Ayah sudah menikah, dan seharusnya Kakek tak punya hak terhadap Ayah, ia tetap menzalimi Ayah.
Suatu ketika Ayah hendak beribadah, ia melempari Ayah batu yang cukup besar, sehingga jidat Ayah berdarah, Ayah hanya bisa diam dan tak pernah melawan.
Banyak sekali pelajaran hidup yang aku dapatkan dari kisah Ayah. Ia adalah seseorang yang sangat penyabar, mudah memaafkan dan sangat menginspirasi.
Ayah selalu memberi hadiah-hadiah yang tak terduga ketika anak-anaknya sedang tidak bersemangat. Ayah seseorang yang paling menginspirasi meski selalu diperlakukan sangat kejam oleh Kakek dan Nenek tetapi Ayah tidak pernah melupakan tujuannya yaitu menjadi sarjana.
Kini Ayah yang mengurus Kakek dan Nenek, Ayah selalu memberikan uang untuk mereka dan Nenek kini sudah sembuh berkat Ayah yang selalu istiqomah membawanya berobat.
Jikalau aku yang ada diposisi Ayah pastilah aku tidak mudah untuk memaafkannya, tapi berbeda dengan Ayah. Ayah sangat mudah memaafkan dan tidak semua orang bisa melakukannya.
Ayah orang yang sangat rajin dalam hal apapun. Mulai dari bekerja, pergi ke masjid hingga membersihkan rumah.
Aku bangga punya Ayah sepertinya, Ayah yang selalu membuatku semangat menjalani kehidupan yang sementara ini.
Aku harus bisa seperti Ayah, menjadi seseorang yang penyabar,menginspirasi dan pemaaf atas segala perlakuan orang lain terhadap kita. Ayah akan selalu menjadi inspirasiku sepanjang waktu.
“Ayah adalah pengayom, pelindung sekaligus guru yang mengajarkan diriku menjadi seseorang penyabar dan pemaaf. Trimakasih Ayah aku sangat menyayangimu”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H