Dampak Ekonomi Pasca Pandemi COVID-19
COVID-19 adalah singkatan dari Coronavirus Disease-2019 (virus yang ditemukan pada tahun 2019). Per tanggal 11 April 2020, warga Indonesia yang telah terdampak positif COVID-19 berjumlah 3.512 jiwa.Â
Sungguh ini peningkatan yang sangat pesat sejak awal masuknya virus ini ke Indonesia pada 2 Maret 2020, yang mana hanya berjumlah 2 orang saja di Depok. Penyebaran yang sangat cepat ini menimbulkan impact yang besar bagi bangsa Indonesia dari berbagai aspek. Sebut saja aspek ekonomi, yang mana terdampak besar karena virus ini, mulai dari mata uang negara yang anjlok, pendapatan para karyawan yang menurun, sampai sektor-sektor ekonomi Indonesia yang seakan mati.
Cash is King! Begitulah kata Sandiaga Uno di akun Instagramnya. Disisi lain kita mementingkan masyarakat agar tidak terkena virus ini dengan cara Physical Distancing yang berdampak pada ekonomi, akan tetapi disisi lain juga kita harus menjamin masyarakat memiliki uang di dompet-dempet mereka.Â
Belum lagi sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Â yang menjadi jantung masyarakat dalam perkeonomian harus lebih kuat dalam masa pandemic corona ini. Karena 60% ekonomi mereka berasal dari sektor UMKM dan juga lapangan pekerjaan 97% dihasilkan dari UMKM itu sendiri. Maka pemerintah perlu adanya penguatan dalam sektor UMKM agar memastikan memiliki daya tahan yang kuat kedepannya, apalagi dalam masa pandemic ini. Misalnya pemerintah memberikan pinjaman kepada beberapa UMKM-UMKM agar tidak mem-PHK karyawannya.
Maka peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pengelola sektor keuangan negara seperti BI (Bank Indonesia) dan juga pemerintah dan sistem perbankan harus memastikan bahwa UMKM bukan ditekan. Justru harus dianggap sebagai sumber daya ekonomi dalam mengahadapi krisis ke depan. Akan tetapi, lemahnya sektor ini (UMKM) apalagi dalam masalah PHK karyawan, sudah diberikan utilitas oleh pemerintah yaitu berupa bantuan Kartu Prakerja yang seharusnya akan dibuka pendaftarannya pada tanggal 9 April 2020, akan tetapi karena terdapat  kendala dalam situs pendafataran, ditunda sampai tanggal 11 April 2020. Sesuai dengan arahan Pak Jokowi, Kartu Prakerja ini akan menjadi program bantuan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan akibat pandemic COVID-19.
Dana APBN yang akan dialokasikan untuk masa pandemic ini terlihat besar, akan tetapi belum tercukupi jika kita bandingkan dengan negara China. Dana yang dialokasikan 5% untuk bidang kesehatan dan APBD mendapat jatah 10 %. Akan tetapi jika kita melihat negara China, mereka dapat menggelontorkan 1.500 Triliun untuk masalah pandemic ini. Yang mana negara China jumlah penduduknya 5 kali lipat lebih banyak dibaning Indonesia. Walhasil, secara tidak langsung Indonesia membutuhkan 300 Triliun untuk dana pencegahan, kesehatan, pengamanan terhadap virus ini. Namun, pemerintah hanya dapat menganggarkan sekitar 60-80 Triliun saja. Maka, jika benar-benar Indonesia akan di Lockdown total, maka ada beberapa sektor yang dikorbankan yaitu ritel (UMKM), pariwisata, dan manufaktur. Mengapa? Karena semua bidang pekerjaan tersebut berbasiskan tatap muka. Sementara itu, ketergantungan PDB (Produk Domestik Bruto) kita tergadap 3 sektor tersebut sangat besar. Dari pariwisata saja 10%, belum lagi manufaktur dan ritel.
Dan jika kita melihat negara India, setelah pemerintah setempat menerapkan Lokdown kepada para peduduknya, yang datang malah kepanikan dan kerusuhan para warganya. Kelas menengah keatas menimbun makanan, logisitik sekunder, dan obat-obatan tanpa memikirkan jutaan orang yang kelaparan yang makin memperparah keadaan. Pada masalah ini , kalangan menengah kebawah yang terkena imbasnya. Penurunan aktifitas pekerjaan yang mengakibatkan ribuan buruh migran terpaksa kembali ke desa mereka masing-masing. Yang juga malah berdampak terhadap penyebaran virus itu sendiri. Maka dari India kita bisa belajar, bagaimana tindakan yang harus diambil pemerintah, agar masyarakatnya tetap aman secara kesehatan maupun pangan. Tetaplah yang menjadi prioritas itu Manusia nya. People First!
Maka langkah-langkah yang harus diambil warga Indonesia dari kalangan pemerintah maupun masyarakatnya sendiri ialah memperkuat ekonomi masing-masing lini. Masyarakat menegah memperkuat dengan kekuatan ekonomi berjaring. Karena pada dasarnya, ekosistem usaha kita adalah ekonomi yang berbasis silaturahim. Jika jejaring kita semakin besar dan kuat, maka akan kuat juga daya tahan ekonomi pada masyarakat. Kuncinya adalah saling membantu satu sama lain. Karena nilai luhur kita adalah, gotong royong dan saling peduli.
Juga dalam lini pemerintah, agar mengsinergikan Bank Indonesia sebagai bank nasional untuk memberlakukan kebijakan Fiskal, yaitu memberlakukan UU karantina wilayah dan memberi BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat. Dan tidak melakukan hutang kepada luar negri (memanfaatkan pinjaman dalam negri). Dan satu lagi, yaitu menerapkan kebijakan moneter dengan meningkatkan suku bunga, agar menjaring uang investor masuk untuk menyokong arus perputaran uang sebagai kebutuhan dalam negri.
Lantas, apakah kebijakan diatas perlu diterapkan? Lockdown or No?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H