Kisah ini dikutip beberapa tahun yang lalu, kala itu majalah termashur dunia Fortune. Seperti ikut menyambut Hari Kartini, 16 April, memuat karangan berjudul “Why Women aren’t Getting to the Top?” Ditulis oleh seorang wanita, karangan itu memberi gambaran tentang kemajuan kaum wanita AS dalam persamaan haknya untuk mendaki tangga karier.
Di AS, sejak diundangkannya Equal Employment Opportunity Act pada 1972,perusahaan-perusahaan semakin memperhatikan hak-hak kaum minoritas. Bila ada dua pelamar dengan kualifikasi yang sama, seorang kulit hitam dan seorang kulit putih, maka pelamar kulit hitamlah diambil, karena perusahaan takut dianggap melanggar ketentuan itu.Kalau seorang manajer wanita jatuh cinta kepada manajer pria pada kantor yang sama, maka manajer pria itulah yang akan diminta pindah kerja. Juga karena perusahaan tidak ingin dianggap melakukan diskriminasi.
Tetapi, kenyataannya dari 500 perusahaan yang dianggap top oleh Fortune, hanya ada seorang wanita chief executive officer. Ia adalah Katharine Graham, yang memimpin surat kabar The Washington Post (peringkat 342). Tapi,Katharine sendiri malah mengakui, jabatan itu dipérolehnya karena keluarganya memiliki sebagian saham terbesar di perusahaan itu.
Untuk mencapai jenjang tertinggi dalam karir bisnis, memang ada beberapa penghambat. Atasan jarang memberi tugas sulit kepada wanita. Kalau ada krisis di tapal batas, panglima tidak akan mengirim Kowad, tetapi pasukan komando. Atasan pun ragu-ragu untuk mengirim wanita ke pusat latihan. Ditahun itu pula hanya ada empat wanita yang dikirim perusahaannya ke Harvard Business School untuk mengikuti Advanced Management Program yang terkenal itu
“Buat apa mengirim wanita ke training semahal itu bila sebentar lagi mereeka keluar karena menikah dan mempunyai anak?” kata seorang kapten industri.
Memang sudah banyak contoh wanita karier yang berhenti di tengah jalan karena kedua hal itu : menikah dan mempunyai anak. Sebuah studi menunjukkan, 37% wanita kembali bekerja dua bulan setelah melahirkan, 68,5% kembali setelah 4,5 bulan, 87% kembali setelah delapan bulan. Diperkirakan lebih dari 10% tidak kembali sama sekali. Karena itu, ketika Karol Emmerich, seorang akuntan pada Dayton Hudson Corp., mulai hamil, manajemen justru menaikkan pangkatnya menjadi treasure agar ia pasti kembali setelah melahirkan karena jabatan sepenting dan setinggi itu.
Hal lain yang dianggap sebagai kelemahan wanita adalah bahwa wanita dianggap kurang tegas. Wanita dianggap terlalu banyak cekikikan. Akan hal ini Nyonya Rukmini Zainal Abidin berpendapat bahwa wanita karier memang dinilai dari sikapnya. “Kalau ia bersikap sebagai orang terhormat ia pun pasti akan dihormati,” katanya. Direktur sembilan perusahaan in tidak kurang tegas, ia bisa menggebrak meja, bahkan di depan orang asing yang dibawahkannya. Tetapi ia juga bisa berkata, “Please be so kind to company."Menurut dia, hal seperti itu justru sulit dilakukan oleh kaum pria.
[caption id="attachment_354264" align="aligncenter" width="300" caption="Wanita Karir (Illustrasi, gaulgelaa.com)"][/caption]
Harus diakui bahwa wanita memang mempunyai masalah khusus, tetapi tidak banyak perusahaan yang secara sadar melakukan program untuk membantu karyawan wanitanya mengatasi masalah khusus itu Sebuah perusahaan supermarket AS menyelenggarakan pertemua pertemuan bagi karyawan wanitanya, untuk membicarakan masalah manajemen keuangan rumah tangga, perawatan bayi, dan lain-lain. Di Indonesia perusahaan farmasi Konimex melanggankan majalah Balita bagi karyawannya untuk menyuluhi para karyawan wanita dan istri karyawan pria.
Banyak pula wanita AS yang lalu mengingkari kodratnya dengan mengharapkan dapat meniti jenjang karier hingga anak tangga teratas. “Saya tidak menaruh potret anak-anak di meja kerja saya. Saya pun tak pernah menolak pekerjaan di luar kota sekalipun sebenarnya hati saya menangis,” kata seorang konsultan bisnis wanita.
Penelitian menunjttkkan, 52% dad eksekutif wanita tidak menikah telah bercerai atau janda, 61% menikah tetapi memutuskan tidak mempunyai anak.
Wanita seharusnya memang tidak perlu memikirkan soal persamaan haknya. Yang penting, mereka harus berpikir apakah pekerjaan ya dilakukannya adalah jalur yang tepat untuk peningkatan kariernya. Si cantik Jennifer Beals dalam Flash dance menjadi tukang las. Ia tentu ak sulit menjadi foreman dalam jenis pekerjaan itu. Dan hal itu tidak perlu dianggap sebagai stereotyping dan sextyping.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H