“Gooooolllllll!!!” pekikan itu telah menggema di seantero Indonesia sejak 12 Juni 2014 lalu. Mulai malam hingga dini hari, jutaan pasang mata penggila sepakbola tanah air tertuju pada layar televisi. Mereka menjadi saksi hidup ‘pasukan’ dari 32 negara saling ‘membunuh’ dalam gelaran bertajuk Piala Dunia. Ya, event 4 tahunan itu datang lagi. Maestro dunia sepakbola seperti Lionel Messi, Robin van Persie, Neymar dan deretan pemain tenar lainnya berkumpul di Brazil, selaku tuan rumah Piala Dunia kali ini. Namun pada perebutan supremasi tertinggi dalam dunia sepakbola itu mereka hadir dengan membawa panji kebesaran negaranya masing-masing.
[caption id="attachment_343441" align="aligncenter" width="450" caption="Piala Dunia 2014 di Brazil (iberita.com)"][/caption]
Sepakbola sebagai olahraga paling digemari di negara berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa ini memang selalu menjadi hiburan yang menyedot perhatian. Kalangan media tak pernah luput dalam menangkap momen tersebut. Seluruh media yang ada di Indonesia berlomba-lomba untuk mempromosikan Piala Dunia dengan harapan dapat meraih seluruh perhatian publik.
Perlombaan media untuk mendapat perhatian publik melalui Piala Dunia tampaknya harus terhenti tatkala Viva Group memenangkan pertempuran antar media dalam mendapatkan hak siar. Kerajaan media milik Bakrie tersebut mengeluarkan dana sebesar US$ 65 juta atau setara dengan Rp. 764 Miliar. Sungguh sebuah nilai yang luar biasa besar. Angka sebesar itu pastinya bisa meringankan derita korban Lapindo yang hingga kini masih terkatung-katung namun Bakrie lebih memilih membuat korban tetap menunggu dan terus mengejar keuntungan komersial daripada membayarkan hak mereka untuk mendapatkan ganti rugi.
[caption id="attachment_343444" align="aligncenter" width="620" caption="Viva Group (tempo.co)"]
Berbicara mengenai kerajaan media, di Indonesia ini secara garis besar terbagi menjadi 5 kerajaan media. Pertama, MNC Group dengan taipan Hary Tanoesoedibjo sebagai pemiliknya yang membawahi stasiun televisi nasional: RCTI, Global TV, dan MNC TV. Kedua, Viva Group dimana TV One dan ANTV adalah stasiun televisi nasional yang tergabung dalam group media milik Aburizal Bakrie. Ketiga adalah kerajaan media milik Chairul Tanjung, Transcorp, dengan Trans TV dan Trans 7 nya. Keempat, kerajaan media besutan Fofo Sariaatmadja dengan SCTV dan Indosiar di dalamnya dan terakhir, Media Group milik Surya Paloh dengan Metro TV.
Menariknya, 4 dari 5 pemilik kerajaan bisnis bidang media itu aktif berpolitik praktis. Paling mudah, lihat saja dalam proses Pemilihan Umum Presiden 2014. Aburizal Bakrie dan Hary Tanoesoedibjo berada dalam kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sedangkan Surya Paloh berada di barisan pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Chairul Tanjung malah saat ini sedang menjabat Menteri Koordinator bidang Perekonomian menggantikan Hatta Rajasa yang maju sebagai calon wakil presiden.
Kepentingan politik para pemilik kerajaan media ini ternyata mencemari informasi yang seharusnya diterima publik secara jernih. Contohnya, TV One menayangkan sang pemilik , Aburizal Bakrie, dengan frekuensi dan durasi iklan yang tinggi. Iklan politik Aburizal Bakrie ditayangkan sebanyak 152 kali dengan durasi 6.600 detik. Joko Widodo tampil sebagai tokoh politik dengan berita negatif terbanyak di TV One dengan 30,7%. Hal yang sama juga terjadi di stasiun televisi milik Hary Tanoesoedibjo, RCTI. Iklan politik Bos MNC Group itu muncul sebanyak 66 kali dengan durasi 2.605 detik.
Momen seperti sekarang ini dimana pagelaran hiburan yang menyita perhatian publik seperti Piala Dunia diselenggarakan berbarengan dengan pelaksanaan kampanye Pemilihan Umum Presiden haruslah diwaspadai jangan sampai informasi yang disampaikan ke publik menjadi bias karena tersusupi kepentingan politik. Ditambah lagi umat muslim akan segera memasuki bulan suci Ramadhan.
Waktu santap sahur dan waktu berbuka puasa merupakan jam tayang utama-Prime time- saat bulan Ramadhan. Berbagai tayangan unggulan akan disuguhkan pada jam tayang utama tersebut. Dengan rekam jejak seperti contoh di atas, KPI bersama Dewan Pers, Kominfo serta masyarakat perlu membangun sinergi guna mengeliminir anasir-anasir politik yang dibungkus oleh tayangan yang bergenre hiburan atau pun religi.
[caption id="attachment_343452" align="aligncenter" width="1095" caption="Ramadhan Mubarak (deviantart.net)"]
Masyarakat harus sadar bahwa kita berhak untuk mendapatkan informasi yang benar sebab frekuensi yang digunakan stasiun televisi untuk mengudara adalah milik publik sehingga penggunaannya harus untuk kepentingan publik pula.
Publik berhak untuk mendapatkan suguhan Piala Dunia yang bebas dari kepentingan politik dan stasiun televisi wajib pula menyuguhkan program-program yang menambah khasanah pengetahuan umat muslim saat Ramadhan tiba.
Pada akhirnya, wahai bos-bos pemilik stasiun televisi, jangan kalian kotori hak kami untuk menonton pertandingan sepakbola Piala Dunia yang telah kami nantikan 4 tahun lamanya dengan kepentingan politik kalian dan jangan pula kalian racuni pikiran umat muslim dengan agitasi politik saat umat muslim hendak menjalankan ibadah puasa Ramadhannya dengan khusyu’.
Selamat mengikuti jalannya Piala Dunia kawan-kawan penggila sepakbola dan selamat menyambut bulan suci Ramadhan, saudara-saudaraku umat muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H