Mohon tunggu...
Abi Ma'ruf Alkatirie
Abi Ma'ruf Alkatirie Mohon Tunggu... -

Bismillah, inilah caraku bersuara. Allah ma'ana!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilihan Rakyat: Antara Sahabat dan Pengkhianat

20 Juni 2014   01:31 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:04 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi itu merakyat dan gak boleh dimonopoli Jakarta saja, Mas” kata seorang Ibu penjual nasi uduk beberapa waktu lalu. Kalimat itu mengagetkan saya karena saya sama sekali tidak menduga bahwa sang Ibu menyampaikan pendapatnya dengan demikian fasih.

Begini awal mula obrolan saya dengan Ibu penjual nasi uduk itu:

Prabowo atau Jokowi, Bu?” tanya saya sambil memesan 4 bungkus nasi uduk buatan sang Ibu yang menurut saya, setelah saya makan, rasanya melebihi kelezatan masakan Mbak Farah Quinn. Saking enaknya.

Sambil menyiapkan pesanan saya, Ibu itu menjawab “Jokowi dong,” katanya sambil tertawa.

“Kenapa Jokowi Bu?” dan meluncur lah jawaban sang Ibu seperti apa yang tertulis pada awal tulisan saya.

Saya tidak mengetahui nama sang Ibu dan juga tidak menanyakannya sebab saya datang ke tempat Ibu itu ya hanya untuk membeli dagangannya dan karena pertanyaan saya adalah pilihan politik, saya tidak mau sang Ibu menyangka saya sedang mendata warga apalagi kalau disangka mengarahkan pilihan seperti yang dilakukan Babinsa serentak di beberapa tempat di Indonesia. Na’udzubillah.

Poin penting yang dapat diserap dari dialog singkat saya dengan Ibu penjual nasi uduk itu adalah bahwa ternyata rakyat tingkat grass root saat ini sudah peduli dengan politik dan mempunyai alasan logis atas pilihannya itu. Jawaban seperti yang Ibu penjual nasi uduk itu sampaikan seperti mengamini hasil survei yang dirilis oleh berbagai lembaga survei nasional. Apapun kata berita, mereka adalah saksi bagaimana Jokowi telah bekerja keras dan merebut hati mereka.

[caption id="attachment_343687" align="aligncenter" width="509" caption="Tingkat elektabilitas capres tahun 2013 (diolah dari KPU)"][/caption]

Sepanjang tahun 2013, elektabilitas Jokowi selalu mengungguli Prabowo Subianto padahal saat itu Jokowi masih aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pasang-surut angka dukungan terhadap Jokowi tentu tidak lepas dipengaruhi juga oleh banyaknya paparan iklan dan produk-produk pencitraan yang digerakkan oleh mesin-mesin politik pendukung Prabowo yang bekerja ekstra keras untuk mengubah pilihan hati rakyat dengan propaganda dan segala cara yang mereka bisa.Namun, meski imbas media telah berhasil membingungkan warga dalam jumlah yang tidak sedikit, hasil survei periode Januari-Maret 2014, Jokowi tetap mengungguli Prabowo Subianto. Ini menandakan preferensi rakyat yang lebih memilih figur yang dipandang paling dekat dengan rakyat atau bahasa pergaulan anak muda jaman sekarang bilang gue banget masih cukup kuat. Berita-berita miring soal Jokowi, bahkan fitnah dan isapan jempol yang dihembuskan untuk menjatuhkan citranya di mata para pendukung terbukti tidak berpengaruh banyak. Menurut saya, kalangan yang terpengaruh lebih karena keengganan untuk mencari informasi yang lebih valid dan benar, sehingga mudah tertipu oleh hasutan-hasutan media propaganda yang tidak bertanggung jawab.

[caption id="attachment_343690" align="aligncenter" width="511" caption="Tingkat elektabilitas capres Januari-Maret 2014 (diolah dari KPU)"]

14031770251163916368
14031770251163916368
[/caption]

Potret paling baru mengenai dukungan masyarakat ini tergambar dalam rilis 7 lembaga survei ternama yang dikenal karena kredibilitasnya, menempatkan Jokowi pada peringkat pertama calon presiden yang akan dipilih oleh rakyat berdasarkan hasil pengamatan yang dirilis periode awal sampai dengan pertengahan Juni 2014. Tujuh lembaga tersebut memberikan gambaran yang jelas, siapa pemimpin yang lebih mereka percaya.

[caption id="attachment_343691" align="aligncenter" width="661" caption="Elektabilitas Capres awal-pertengahan Juni 2014 (detik.com)"]

1403177144757116496
1403177144757116496
[/caption]

Di mata masyarakat, Jokowi mungkin lebih dilihat sebagai kawan, sahabat, ketimbang seorang pemimpin atau atasan yang berjarak. Mereka memperlakukan Jokowi sebagai orang kepercayaan yang bisa diandalkan, tempat mengeluh dan mengadu. Era para pemimpin yang bertahta nun di ketinggian telah berakhir. Beban dan tanggung jawab mesti dipikul bersama, tidak hanya ditimpakan pada rakyat. Saya, dan mungkin banyak lagi orang Indonesia, sungguh berharap Jokowi tidak mengecewakan, seperti pemimpin-pemimpin yang sudah-sudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun