Mohon tunggu...
F. X. Abhyasa Naradhipa
F. X. Abhyasa Naradhipa Mohon Tunggu... Guru - Guru Fisika SMA Kolese Gonzaga

Non scholae, sed vitae, discimus. (Seneca)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Papa Francesco, Suar Kerendahan Hati dan Pelayanan

8 September 2024   00:47 Diperbarui: 8 September 2024   09:27 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para seminaris dari Seminari Wacana Bhakti, Jakarta, menuju Stadion Madya Gelora Bung Karno. (Dokumentasi pribadi)

Sudah lebih dari tiga dekade berlalu sejak seorang paus mengunjungi negara kita, tetapi sejarah baru akhirnya tercetak pada tanggal 3 September 2024. Untuk pertama kalinya sejak kunjungan Santo Paus Yohanes Paulus II pada Oktober 1989, Indonesia menyambut kedatangan Uskup Roma dengan tangan terbuka dan antusiasme yang nyaris tak terbendung.

Mengapa kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia ini penting dan tepat waktu? Pesan apa yang beliau bawakan untuk umat Katolik dan warga Indonesia secara umum?

Homo Humilitatis, Homo Serviens

Selama ini, dunia mengenal Paus Fransiskus sebagai sosok yang rendah hati. Bukan rahasia bahwa saat masih menjabat sebagai kardinal, beliau kerap menggunakan transportasi umum. Bahkan setelah diangkat menjadi paus, beliau sering terlihat mengenakan jubah yang sederhana, dan tak henti-hentinya mengumandangkan pesan kerendahan hati; di salah satu Audiensi Kepausan yang dipimpin olehnya, beliau pernah berkata bahwa kerendahan hati merupakan "antagonis besar bagi dosa yang paling mematikan, yaitu keangkuhan." Kerendahan hati, beliau menyimpulkan, juga kelak membawa damai bagi dunia dan Gereja.

Namun demikian, bagi umat Katolik di Indonesia semua ini mungkin hanyalah anekdot belaka yang tidak relevan. Dengan adanya jurang lebar yang memisahkan si kaya dan si miskin, belum lagi politikus-politikus yang berusaha mati-matian mempertahankan kekuasaan dengan mengorbankan mereka yang terpinggirkan, masih ada saja warga yang terkapar tidak berdaya di titik terendah penderitaan mereka. Dari hari ke hari mereka bergumul dengan kenyataan, ditemani oleh kesengsaraan. Banyak yang akhirnya berpaling ke media sosial untuk melampiaskan kekecewaan karena para penguasa tidak mendengar, atau memilih tidak mendengarkan, keprihatinan mereka.

Di tengah kegelisahan ini, masuklah Sri Paus. Dengan caranya sendiri, beliau berhasil menarik perhatian jutaan orang bahkan sebelum mendarat di bumi Indonesia ini. Barulah saat itu kita semua - bukan hanya umat Katolik, tetapi kita warga negara Indonesia - melihat beliau apa adanya, dan menyebutnya sebagai seorang yang rendah hati sepertinya masih jauh dari cukup.

Meskipun berstatus amat mulia, Sri Paus memilih terbang dengan ITA Airways, sebuah maskapai penerbangan komersil. Alih-alih hotel bintang lima, beliau bermalam di Nunsiatura Apostolik (yang lebih dikenal dengan sebutan Kedubes Vatikan) di seberang Stasiun Gambir. Beliau juga berkeliling kota menaiki Toyota Innova, pilihan yang jauh lebih sederhana ketimbang iring-iringan berkeamanan ketat yang biasa digunakan sebagai sarana transportasi para diplomat. Dan yang paling menarik? Di tengah masyarakat di mana tamu kehormatan biasanya duduk di kursi belakang, Sri Paus duduk di kursi depan, dipisahkan dari lautan manusia yang antusias hanya oleh jendela yang terbuka lebar.

Sebagai seorang Yesuit, mungkin Sri Paus masih menjiwai semangat lepas bebas yang pasti mengakar dalam dirinya. Kita bukan cenayang, pun tidak mungkin kita membaca isi benaknya, tapi pilihannya menunjukkan bahwa beliau tidak terlalu terikat pada hal-hal ini dalam misinya menyebar ajaran iman, persaudaraan, dan bela rasa. Perhatian jutaan manusia yang tertuju padanya tidak menganggunya, karena yang beliau perlihatkan bukanlah pencitraan, melainkan murni ketulusan hati.

Keraguan pun terhapus dan kekuatiran sirna. Hanya dengan menunjukkan bahwa beliau sungguh mengamalkan apa yang diajarkannya, Sri Paus menjadi sosok yang dikagumi oleh banyak orang, tak peduli agamanya. Salam hangat dan komentar-komentar tulus membanjiri media sosial tak lama setelah berita ini tersebar, efektif membungkam ujaran dengki dari individu-individu berpikiran sempit.

Dan di hari-hari berikutnya, di tengah candaan bahwa kita sekarang tidak boleh lagi menaiki mobil yang lebih mahal dari Toyota Innova, masyarakat luas bergaung dengan satu rasa bahwa inilah sosok pemimpin yang seharusnya: seseorang yang rendah hati dan bersemangat pelayanan.

Peringatan Tegas, Disampaikan dengan Lembut

Sebagai negara yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, sekitar 1.300 kelompok etnis, dan tak kurang dari 700 bahasa lisan, Indonesia kerap dijadikan contoh dalam hal persatuan dan kerukunan antarumat beragama. Padahal, benih-benih intoleransi dan perselisihan terus membara bagai api dalam sekam, menunggu pemicu dan momen yang tepat agar dapat berkobar tidak terkendali. Sungguh ironis mengetahui bahwa pemicu tersebut seringkali adalah keberagaman itu sendiri, dan momen tersebut dapat datang kapan saja.

Kita yang sedang membaca tulisan ini mungkin tidak perlu memikirkan ke mana atau kapan harus beribadah hari ini atau akhir pekan nanti. Sebaliknya, masih ada pengikut Kristus di Indonesia yang harus bersusah-payah melalui banyak rintangan hanya untuk beribadah. Apa gunanya merencanakan pembangunan gedung gereja baru jika mereka harus memuji Tuhan dengan sembunyi-sembunyi, jauh dari pantauan mata dan telinga tetangga? Andai pun mereka pada akhirnya memiliki gedung gereja baru, siapa dapat menjamin tidak ada yang tiba-tiba masuk saat beribadah dan memaksa mereka bubar? Mungkin kita berpikir kasus-kasus mengerikan ini hanya terjadi di daerah terpencil, tapi kenyataannya, kita dapat melihat hal serupa di kota-kota besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun