Mohon tunggu...
Abdillah FatikhataYuana
Abdillah FatikhataYuana Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Tugas uts

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perspektif Paradigma Liberalis Mengenai Peredaran Rokok di Masyarakat

14 Maret 2020   12:52 Diperbarui: 10 April 2020   21:22 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya rokok merupakan barang hasil produksi yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan kegiatan ekonomi nasional maupun internasional. Jika berbicara dalam ranah ekonomi, rokok merupakan barang pemuas kebutuhan yang permintaannya tidak pernah habis. Akan selalu ada produk baru, varian baru, rasa baru, dan hal baru lainnya untuk menarik minat konsumen. Konsumen pun akan selalu mencari rasa yang terbaik untuk memuaskan kebutuhannya. Dalam beberapa kasus pun rokok menjadi tren bagi anak muda untuk terlihat lebih jantan atau lebih gagah. Banyak simpang siur mengenai hal positif apalagi hal negatif mengenai rokok yang tidak ada ujungnya hingga hari ini.

Dalam hubungan nasional maupun internasional, rokok sering kali menjadi topik hangat. Beberapa perdebatan terjadi antara pihak-pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Mulai dari bidang ekonomi dan kesehatan yang selalu bertolak belakang mengenai dampak rokok bagi negara maupun dunia. Beberapa aturan dikeluarkan agar rokok dapat di kendalikan peredarannya. Aturan tersebut menyangkut masalah pajak rokok, batas umur, dan peraturan ekspor-impor.

Bagi kaum yang menganut paham liberalis, rokok menjadi keuntungan bagi perkembangan ekonomi yang sangat menguntungkan, khususnya bagi Indonesia. Karena pajak yang dihasilkan dari rokok dapat dibilang mampu menunjang perekonomian nasional. Meskipun biaya yang diperlukan untuk kesehatan masyarakat cukup besar, namun pendapatan yang dihasilkan dari pajak rokok menjadi kontributor yang dirasa berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Terlepas dari bahaya merokok yang dipercaya menjadi akibat dari beberapa penyakit, rokok tetap menjadi produksi yang sangat menjanjikan. Menurut data yang didapat dari survey nasional, ekspor rokok dari Indonesia sendiri mencapa 316,1 milliar batang pada tahun 2018. Jumlah ini menjadi kedua terbesar setelah tiongkok yang mencapai 2 triliun lebih pada tahun 2018.

Beberapa masalah yang timbul akibat luasnya peredaran rokok adalah permasalahan sosial yang dikatakan menyimpang dan tidak sesuai secara norma maupun nilai. Banyak anak sekolah yang sudah kecanduan terhadap rokok. Sering ditemukan orang tua yang merokok di depan anaknya yang menyebabkan anak belajar merokok dan mengikuti kebiasaan orang tuanya. Hal ini dapat dikatakan berbahaya bagi kesehatan perokok. Namun jika berpikiran rasional, rokok tidak dapat menjadi pengaruh bagi sikap perokok terhadap sosial karena merokok adalah hak asasi manusia. Kita sebagai manusia yang bersosial, tidak dapat beranggapan bahwa para perokok adalah orang-orang yang tidak baik. Banyak ditemui para remaja dan orang tua berkumpul dan berbagi pendapat antara satu dengan lainnya sambil merokok. Banyak perokok yang memiliki prestasi dan sukses dalam menjalani hidup.

Pada akhirnya, merokok atau tidak, bukan menjadi alasan untuk menilai kepribadian seseorang. Banyak manfaat yang dihasilkan melalui rokok melalui ekonomi dan bersosial. Banyak para remaja kumpul positif dengan merokok. Negara diuntungkan oleh pajak rokok. Para petani tembakau dapat menjalani hidup dengan memanen daun-daun yang diolah menjadi batang berasap. Ribuan hingga jutaan masyarakat mendapat keuntungan dari rokok atau pajak rokok. Hal ini pun yang menyebabkan larangan peredaran rokok sangat sulit untuk dapat diberlakukan. Akhirnya semua masyarakat setuju untuk mengambil sebanyak mungkin manfaat dari rokok, dan meminimalisir dampak buruk dari rokok. Dan akhirnya, masyarakat percaya bahwa permasalahan rokok adalah hal yang menjadi urusan pribadi bagi perokok dan non-perokok.

Referensi: 1, 2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun