Perjalanan ke Yogyakarta selalu membawa janji-janji pengalaman yang tak terlupakan. Setiap sudut kota ini dipenuhi dengan kekayaan budaya, seni, dan sejarah yang membuatnya begitu istimewa. Namun, di antara destinasi-destinasi wisata yang populer, tersembunyi sebuah permata yang mungkin belum banyak dikenal: Buku Akik. Ini bukan sekadar toko buku biasa, melainkan sebuah surga kecil bagi mereka yang mencintai buku dan mencari inspirasi.
Setelah melintasi jalan-jalan kecil di kawasan Kaliurang, saya tiba di Buku Akik pada pagi menjelang siang yang cerah. Dari luar, toko ini tampak sederhana---mungkin terlalu sederhana untuk diperhatikan oleh kebanyakan orang karena bangunannya yang tampak seperti rumah biasa. Rumah satu lantai dengan atap rendah yang didominasi warna coklat ini tidak terlihat istimewa, tetapi saya tahu bahwa keajaiban sering kali tersembunyi di balik hal-hal yang paling tidak mencolok. Saat melangkah masuk, firasat saya terbukti benar. Buku Akik adalah sebuah dunia kecil yang berbeda, tempat di mana waktu seolah-olah berhenti dan setiap sudutnya dipenuhi dengan pesona.
Interior toko ini mengingatkan saya pada perpustakaan kuno yang sering kita lihat dalam film-film klasik. Rak-rak kayu yang menjulang tinggi dipenuhi dengan buku-buku yang tampaknya telah berusia puluhan tahun. Aroma khas kertas tua dan debu lembut yang berterbangan di udara memberi kesan nostalgia yang kuat. Berbagai barang jadul serta kaset-kaset tua semakin menimbulkan kesan kuno. Di sinilah, di antara ribuan halaman yang sudah menguning, saya menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar bacaan---saya menemukan inspirasi.
Saya berjalan pelan menyusuri rak-rak, membiarkan jari-jari saya menyentuh punggung buku-buku yang berjajar rapi. Ada sesuatu yang ajaib tentang bagaimana buku-buku ini disusun, seolah-olah mereka diletakkan di sana menunggu untuk ditemukan oleh orang yang tepat. Di sudut ruangan, saya melihat seorang wanita berusia sekitar 30-an, duduk di karpet berbulu yang tampak nyaman dengan sebuah buku tebal di tangannya.
Mata kami bertemu dan dia tersenyum. "Kamu baru pertama kali ke sini?" tanyanya ramah.
"Iya, baru kali ini. Tempat ini luar biasa," jawab saya, masih terpesona dengan atmosfer di sekitar saya.
Dia mengangguk setuju. "Buku Akik memang istimewa. Aku sering datang ke sini untuk mencari buku-buku langka. Mereka punya koleksi yang sulit kamu temukan di tempat lain."
Kami berbincang sebentar dan saya mengetahui bahwa namanya adalah Aghnia, saya memanggilnya Mbak Nia. Dia adalah seorang kutu buku sejati, seseorang yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca dan menulis. Mbak Nia bercerita bahwa dia sering datang ke Buku Akik bukan hanya untuk membeli buku, tetapi juga untuk mendapatkan ketenangan setelah penat karena pekerjaannya.
"Ada sesuatu yang unik di sini," katanya sambil melihat sekeliling. "Aku merasa seperti setiap buku punya cerita sendiri, bukan hanya yang tertulis di dalamnya, tapi juga bagaimana mereka sampai di sini, siapa yang pernah membacanya, dan apa yang mereka rasakan saat membacanya."
Saya hanya bisa mengangguk, setuju dengan apa yang dia katakan. Setiap buku di sini memang terasa memiliki jiwanya sendiri. Terdapat tulisan berupa tanggal serta pesan singkat dari pemilik buku sebelumnya yang mendonasikan buku tersebut ke tempat ini. Saya lalu bertanya buku apa yang sedang dia baca.