"Koruptor diseret keluar dari penjara oleh kerumunan massa yang marah. Mereka mendobrak pintu gerbang penjara, melumpuhkan para penjaga, lalu berhasil mengeluarkan para koruptor yang berada di penjara. Para koruptor itu lalu dibawa ke lapangan monas, dipukuli beramai-ramai hingga tewas, lalu jasadnya digantung di Monas.
Peristiwa ini terjadi untuk pertama kalinya di Indonesia, dan kemungkinan akan menjadi preseden di masa mendatang. Dikhawatirkan setelah ini bahkan masyarakat tidak akan sabar menunggu hakim mengetokkan palu vonis yang memerlukan waktu lama sejak di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, kasasi hingga PK di MA, dan langsung akan menyeret keluar terdakwa koruptor dari sidang pengadilan tingkat pertama.
Keganasan masyarakat Indonesia yang memiliki sejarah penyakit amok dalam genetisnya sebenarnya sudah sering terjadi dalam menghakimi pencuri maupun begal yang tertangkap. Bisa dibaca di berita-berita koran daerah seluruh Indonesia sejak puluhan tahun lalu, pencuri yang mati dipukuli atau bahkan lalu dibakar oleh massa yang menangkapnya.
Penegakan hukum yang lunglai oleh para aparat penegak hukum baik bagi penjahat kelas kakap maupun kelas teri memicu putusnya syaraf batas kesabaran masyarakat Indonesia. Pencuri, maling dan jambret yang ditangkap massa lalu diserahkan ke polisi sudah lumrah kemudian dilepaskan dengan melakukan transaksi win-win solusi.
Para koruptor yang bebas melenggang diloloskan hakim pengadilan, pelapor kejahatan korupsi yang justru dibalik menjadi tersangka korupsi atau pencemaran nama baik, dan besarnya angka uang rakyat dikorupsi yang semakin gamblang dijereng media, membuat banjir amarah masyarakat tak terbendung lagi.
Begal motor dengan pelaku anak-anak remaja meraja lela di seluruh kota-kota Indonesia, dengan booming pemberitaan di awal tahun 2015. Lalu tindakan pembegalan anggaran daerah ibukota Jakarta yang bernilai triliunan oleh pihak oknum-oknum yang mayoritas anggota DPRD, lalu pembegalan balik tindakan begal tersebut oleh Gubernur Ahok menyulut keberanian rakyat untuk ikut-ikutan membegal para pembegal.
Menyitir kalimat ramalan pujangga Jawa "amenangi jaman begal, yen ora mbegal ora normal", "mengalami jamannya para begal, bila tidak membegal berarti bukan orang normal". Para pembegal kecil dan besar lolos aman dan benar di depan hukum, dilindungi para pemegang kekuasaan dan para pembesar. Daripada serak bersorak meneriaki para begal, lebih baik ikut membegal.
Dan koruptor yang diseret keluar dari penjara lalu dipukuli hingga tewas kemudian digantung di tiang Monas ini menjadi awal bagi kejadian serupa di seluruh daerah di Indonesia, dengan tiang gantungan di tiang bendera alun-alun masing-masing kota."
Hmmmm, serem juga lamunanku, tapi kalau itu terjadi aku tidak terlalu merasa keberatan, bahkan akan khilaf dan ikut-ikutan. Ini gara-gara membaca berita di detik.com, Pemerkosa Diseret Keluar dari Penjara India dan Tewas Dipukuli Massa sehabis jumatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H