Sayang, Kemarilah, turunlah Sayang.. Dekap aku, tenangkan dalam pelukan hangatmu Peluk aku dengan segenap hati itu, Sayang
Sayang, Bergegaslah mendekat.. Aku takut, Sayang.. Suara-suara keras bak lonceng itu, memekakkan sisi-sisi ruangku
Sayang, Lebarkan pangkuanmu.. Usap dan usir gigilanku.. Sayang.. Aku takut.. Peluk dan biarkan aku bersandar.. Terpejam, dengan geliat-geliat syairmu..
Sayang, Rumi menyeru kita berdendang.. Dan kita mabuk di dalamnya, Sayang..
Mabuk dalam dendang-dendang di poros-Nya Syair-syairmu akan mengalun menelisik, mengendap dalam 'qod qoomati al-sholah'ku,
Aku membacamu sebagai puisi dengan bait-baitnya yang menghadirkan warna dan keindahan.
Kiranya betah bersemayam, selalu Aku tandai setiap lekuknya sebagai kau Karena rasa ini bertanda bahwa aku selalu merindumu... Rindu yang tidak akan pernah terbentur ruang dan waktu..
Kau adalah cinta itu sendiri
Di antara duka dan lara
Kau adalah senyumitu
Ketika air mata mneghampirinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H