Fungsi Facebook, Twitter dan beberapa jejaring sosial lainnya, sepertinya disadari sepenuhnya oleh berbagai kalangan dewasa ini. Berbagai kegiatan, peristiwa dan keinginan dari para Facebooker, sering kali dituangkan dalam status mereka. Dan itu sudah sesuai dengan peruntukannya, karena di sana ada ‘Apa yang Anda pikirkan’
Fenomena itu, tentunya bisa memiliki nilai positif dan negatif. Ketika ‘Jalur Pantura Indramayu macet total sepanjang 20 km. Diharap pemudik mengambil jalur alternatif Majalengka,’ tentunya memiliki nilai positif. Minimalnya bagi sekian banyak temen si pemilik status itu. Begitu juga dengan status-status yang redaksionalnya tentang ilmu pengetahun, apapun itu (dan yang sekarang marak, sepertinya ilmu pengetahuan dalam bidang sastra). Karena itu akan menambah wawasan bagi facbooker lainnya.
Jejaring sosial, salah satunya berfungsi untuk memberikan informasi kepada khalayak ramai (menurut hemat Saya). Tapi kemudian, tidak lantas aji mumpung, segala macam informasi kita sampaikan kepada fublik lewat status di Akun FB kita. “Tuhan, Kalau kau tidak perkenankan untuk menjodohkan dengannya, ah.. Sia-sia hidupku,” meskipun itu mungkin masuk kategori informasi (menginformasikan, bahwa si pemilik akun sedang ada masalah dengan pasangannya), tapi ya.. Gusti Nu Agung... Kalaupun memang suasana hati sedang kurang bagus, status-status seperti itu toh bisa disiasati dengan sesuatu yang lebih elegan.
Bukankah sudah berjibun sekarang ini artikel-atikel sastra (Yang dibukanya FB saja siyh) yang bisa menjadi insfirasi untuk kemudian kita update status. Atau mungkin copas sebagian artikel itu (tapi, WAJIB HUKUMNYA mencantumkan sumbernya).
“Kekasih, aku yang terkubur dalam emosi tidaklah pandai untuk bersembunyi. Kekasih, aku bener-benar merindukanmu. Tertatih, terpuruk dalam sunyi, mengerang dalam kerinduan. Sekiranya ini yang kau mau kekasih. Maka, ijinkan aku berharap kekasih, untuk menjadikan kau sebagai tujuanku,” mungkin salah satu sumber yang bisa dijadikan media untuk mengekspresikan suasana hati yang memang sedang kurang bagus (tapi sumpah, kutipan tadi itu, bener-benar sok-sok an nyastra. Padahal, jauh sekali dari kaedah itu..)
Atau mungkin untuk melampiaskan suasana hatinya, gencar mati-matian kirim pesan ke wall orang yang bersangkutan. Bikin status menggunakan fasilitas ‘dengan’ dan dicantumkan sama yang bersangkutan. Setelah itu, dicantumkan keterangan tempat ‘Di hati yang sedang hancur.’ Bicara sah, jelas sah-sah saja. Karena memang punya aji sapujagat ‘Hak Guwe dong, mau ngapain juga’ (bahkan bahasanya juga yang sebelumnya Nyunda jadi ngadadak Betawian). Tapi temen-temen juga punya hak agar ‘Beranda’nya tidak disesaki dengan status-status semacam itu.
Kalau memang, sekiranya kita tidak bsia mengendalikan diri, ketika suasana hati sedang kurang baik, alangkah baiknya untuk istirahat saja dulu update status. Kalau memang kekeuh ingin mengoprasikan Akun Facebook, cukuplah ‘jempol’ saja sama status orang lain (Tapi jempol juga mesti liat-liat)
Banyak mudlorotnya dari pada maslahatnya, ketika mengumbar status-status yang terlalu memperlihatkan kondisi diri, galau atau apa lah namanya itu. Yang ditakutkan, bukannya mendapat sympati atau support dari temen-temen FACBOOKER, melainkan malah cibiran, karena itu bisa menjadi tanda, bagaimana kita sesungguhnya. Lebih bahaya lagi kalau mengumpat pasangan kita yang kebetulan sebagai pemicu datangnya galau itu. Berabe urusan..
Yang bikin hati ndapret lagi, ketika update status yang galau, eh tau-tau ada yang ngejempol. Duka mu disukai.. Syukurinnnnnnnnnnnnn
(Keliaran imajinasi, bukan Galau)
**Catatan ini, termasuk GALAU bukan ya?**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H